“KEINTIMAN
DAN KEDEWASAAN AFEKSI”
(Teologi Spiritual)
Salah satu aspek
penting dalam pembinaan atau formasi seorang calon imam adalah bagaimana
keintiman dan kedewasaan afeksi seseorang. Peryataan dari Vatikan tentang Pedoman Penggunaan Psikologi dalam Menerima
dan Membentuk seorang Calon Imam (dicatat sebagai pedoman), mengedepankan isu atau masalah
tentang keintiman dan kedewasaan afeksi seseorang. Dalam pengujian dan
penilaian terhadap seorang calon, perlu diketahui juga relasi atau hubungan
yang baik antara diri sendiri, dengan orang lain dan Allah. Relasi yang baik
ini akan membantu calon tersebut dalam pelayanan pastoral dan perkembangan
calon tersebut. Untuk itu dalam artikel ini, penulis akan menyajikan beberapa
hal penting yang dapat mendorong para calon untuk lebih intim dan dewasa secara
afeksi. Selain itu, akan dijelaskan juga berbagai kendala dalam pengembangan
menuju suatu pribadi yang sehat dan dewasa dalam aspek afeksi. Juga sebagai
bahan bagi para formator dalam pendampingan calon-calon imam.
Kata keintiman berasal dari dua kata Latin yakni: Intimus, yang mengacu pada apa yang
paling dalam, dan intimare yang
berarti mengisyaratkan, mengumumkan, menerbitkan. Kalau dua kata ini
digambungkan maka dapat diartikan sebagai “suatu keputusan yang mendalam”. Untuk lebih mengetahui atau memahami
diri kita, maka akan diberikan beberapa pertanyaan, yakni: seberapa baik saya
mengetahui diriku (kekurangan dan kelebihan)?, Apakah saya mengenal diri saya
cukup baik sehingga dalam relasi dengan orang lain saya menampilkan pribadiku
yang otentik? Apakah saya menghargai diri saya sendiri? Apakah saya nyaman
dengan diriku dan dengan orang lain? Bagaimana relasi keintiman saya dengan
Tuhan? Bagaimana hubunganku dengan seorang perempuan dan laki-laki? Bagaimana
hubungan saya dengan orang yang otoritas?
Apa hambatan untuk menunmbuhkan keintiman yang sehat dan kedewasaan
afeksi?orang lain? Bagaimana saya nyaman berhubungan dengan orang-orang dalam
otoritas? Apakah saya nyaman dengan seksualitas saya sendiri dan apakah saya berusaha
untuk mengintegrasikannya dengan hormat dalam komitmen yang saya buat?
I.
KEMAMPUAN UNTUK BERELASI SECARA
SEHAT DAN DEWASA DALAM AFEKSI
Kunci
dari Kemampuan Berelasi secara Sehat dan Dewasa dalam Afeksi adalah mengenal
dengan baik akan diri sendiri, orang lain dan Tuhan. Secara pribadi saya harus
mengenal seutuhnya baik kekurangan dan kelebihan. Pengenalan akan diri ini
sangat mempengaruhiku dalam relasi dengan orang lain dan khususnya terhadap
Tuhan. Keotentikan dalam relasi dengan sesama dan Tuhan sangat mempengaruhi
perkembangan diriku menjadi pribadi yang sehat dan dewasa dalam afeksi.
Kesadaran Diri
Salah satu dasar untuk tumbuh menjadi pribadi yang sehat
secara menyeluruh (afeksi, rohani, intelektual) adalah kesadaran diri. Maka itu
seorang formator dalam memberi penilaian terhadap seorang calon imam, ia harus
melihat secara utuh seluruh kepribadian orang tersebut. Supaya proses
pengenalan diri ini bisa membantu kami para calon imam, maka akan diberikan
beberapa pertanyaan paduan, diantaranya: apa yang menjadi akar dari segala
kelemahan dan kelebihan kita? Apakah kesadaran atas kelemahan dan kelebihan itu
diterima secara seimbang?
Kemampuan untuk Mengambil Keputusan
Sebagian calon imam yang masih dalam tahap untuk mengenal
diri kadang keputusan yang diambil selalu dibantu oleh orang-orang terdekatnya.
Mereka belum bisa untuk mengambil keputusan secara pribadi. Pengaruh-pengaruh
dari luar sangat menentukan keputusan yang diambilnya. Mereka ini biasa
diistilahkan sebagai lokus eksternal. Sebaliknya kalau orang yang memiliki
internal lokus yang tinggi akan mampu untuk mengambil keputusan sendiri dan
siap bertanggung atas keputusan itu. Dalam hidupku juga sebelum mengenal siapa
diriku, saya kadang mengambil keputusan karena pengaruh dari luar (teman, orang
tua dan keluarga). Namun setelah menyadari segala kelemahan dan kelebihan
diriku, saya yakin bahwa keputusan yang saya ambil bukan atas paksaan atau
desakan dari luar tapi dari hatiku sendiri. Saya juga akan siap bertanggung
jawab dalam menggambil keputusan.
Kemampuan Untuk Menerima Diri
Selain kesadaran akan diri sendiri, hal berikut yang harus
dilakukan oleh seorang calon imam adalah mengenal dirinya. Untuk dapat mengenal
dirinya, maka ia harus menerima dan merangkul seluruh sejarah hidupnya
(luka-luka batin, kelemahan, keterbatan dan hal positif lainnya). Kita harus
mencintai diri kita apa adanya. Dengan menerima diri ini akan memberi dampak
posotif dalam relasi dengan siapa saja yang dijumpai. Pada akhirnya pertumbuhan keintiman yang
sehat dan kedewasaan afeksi dapat berkembang dan kita pun menjadi lebih baik
dari sebelumnya. Walaupun demikian, dalam kenyataan bahwa banyak diantara kami
para calon imam yang sering menampilkan diri yang baik (bertemu Pembina atau
konsultasi pribadi). Kenyataan ini mau mengatkan bahwa orang-orang seperti ini
belum mampu untuk menerima diri apa adanya.
Dalam hidup saya di tempat ini, kadang saya masih bergumul
dengan diri saya. Saya menyadari bahwa selama ini saya masih dalam tahap untuk
mengenal tentang “siapa saya”? saya sering tidak mau menerima diri saya karena
banyak kekurangan yang saya miliki, misalnya badan saya yang tetap kurus dan
waktu masih kecil saya diejek tidak tahu huruf “R”. Atau dalam keluarga, dimana bapa saya membina
dan memdidik kami dengan keras dan disiplin sehingga menimbulkan perasaan
jengkel dan marah terhadap bapa. Namun saya bersyukur bahwa dengan menggikuti
program TOR (Tahun Orentasi Rohani) semua pengalaman saya itu telah kuterima
sebagai bagian dari hidup ini. Akar kelemahan itu telah membantu saya untuk mau
berubah atau berkembang kea rah yang lebih baik.
Menumbuhkan Kepercayaan Diri
Pengalaman saya bahwa selama masih terkurung dalam perasaan
takut, tidak percaya diri, malu dan perasaan-perasaan negatif lainnya saya
tidak berkembang. Namun dengan menerima semua pengalaman hidup itu sebagai
anugerah dari Tuhan. Tapi juga selalu dan senantiasa mencoba, melatih diri
untuk tampil dan mau menerima segala resiko (diejek, dicemooh dan sebagainya).
Saya menjadi lebih percaya diri dan ada perkembangan yang baik selama ini. Satu
hal yang membuat saya terus maju dalam perkembangan diri adalah semua perasaan
saya waktu dulu itu tidak terbukti. Contoh saya takut diejek namun setelah saya
tampil ternyata hal itu tidak ada.
Dalam artikel ini penulis menganjurkan agar orang yang
pemalu atau tidak berani dipaksa untuk tampil di depan umum (orang banyak).
Orang yang selalu ekstrovert atau mau untuk tampil terus, diajak untuk
mengurangi kebiasaan itu dengan selalu hening (kontemplasi). Dan orang yang
prefeksionis dibimbing agar mau menerima kelemahan dan keterbatas diri sendiri,
orang lain sebagai rahmat dari Allah.
Membangun Identitas Diri Yang Sehat
Sebagai seorang pelayan di tengah umat, pasti bahwa kita
akan selalu mengadakan kontak atau berkomunikasi dengan umat setempat. Supaya
hubungan kita dengan orang lain itu baik, maka hal utama yang harus kita
perhatikan adalah membuka diri atau menampilkan diri secara otentik. Tujuan
dari keotentikan dan keterbukaan adalah agar relasi yang kita bangun itu
menjadi lebih rileks dan bebas tidak kaku. Sebaliknya kalau kita menanmkan
sikap menutup dir terhadap orang lain, akan mendatangkan hasil atau suatu
relasi yang kuran baik/harmonis. Pengalaman saya bahwa kadang saya membuka diri
hanya untuk orang-orang atau teman dekat. Sementara orang yang saya belum dekat
sering saya memiliki sikap tertutup. Saya menyadari bahwa saya belum berasni
untuk melawan perasaan-perasaan yang sering menghambat saa dalam relasi.
Menghadapi Perubahan
Salah satu tanda adanya perkembangan dalam diri seseorang
adalah kemampuan orang tersebut dalam menghadapi perubahan. Perkembangan diri
kadang mengandung dua aspek dasar yakni perubahan kea rah positif dan negatif.
Perubahan ke arah positif apabila orang tersebut siap dan mau menerima segala
pengalaman yang menyakitkan atau melukai dirinya. Ia tidak merasa takut, malu
atau putus asa atas segala pengalaman hidupnya tetapi mau mengampuni dan
menerima itu sebagai anugerah dari Tuhan. Sebaliknya perubahan kea rah negatif
bila orang tersebut masih terkurung atau tertutup dengan luka-luka masa
lalunya. Kondisi demikian akan mempengaruhinya dalam menghadapi suatu
perubahan. Ia akan takut untuk berubah dari yang lama menjadi yang baru. Dalam
hidup saya juga, saya sering masih takut dalam menghadapi perubahan. Alasanya
adalah saya tidak percaya diri. Ada perasaan-perasaan seperti takut, malu, ragu
yang sering ada dalam diri saya. Namun semuanya ini perlahan-lahan saya
singkirkan karena saya telah menerima semua pengalaman masa lalu dan sedang
dalam proses perubahan.
Fleksibel Dalam Relasi
Penelitian membuktikan bahwa kalau orang mau menerima dan
merangkul segala pengalaman yang menyakitkan (dalam keluarga) akan menghantar
orang itu menuju suatu kesuksesan. Bukti orang yang telah menerima semua
pengalaman masa lalu ialah bebas dan selalu bersemangat dalam relasi. Tak ada
kendala atau beban yang membuat orang itu berkembang. Semua orang pun akan
mencintai dan menghargai serta menjadikan dia sebagai teladan atau panutan
dalam hidup.
Saya
juga merasakan yang sama. Bila ada keterikatan-keterikan dalam diri atau sikap
saya akan menghambat relasi yang saya bangun dengan sesama dan Tuhan.
II.
MENUMBUHKAN RELASI YANG LEBIH DALAM
DENGAN ORANG LAIN
Relasi dengan orang lain akan lebih akrab dan intim kalau
kita mau menerima diri apa adanya. Kemampuan dan kesadaran untuk meneri diri
secara utuh akan membantuh kita dalam pertumbuhan menuju kedewasaan secara
afeksi, intelektual, kepribadian dan kerohanian. Supaya relasi kita dengan
orang lain dan Tuhan dapat berjalan dengan baik, maka di bawah ini akan
dijelaskan beberapa unsur penting, diantaranya:
Berbagi Diri yang Autentik dengan
orang lain
Hal pokok yang mau dikatakan pada poin ini adalah bagaimana
kita berbagi dengan orang lain dengan sikap terbuka (autentik), mendengarkan
dan mampu berkomunikasi. Orang yang memiliki sikap terbuka, rela mendengarkan
dan mampu berkomunikasi dapat mempermuda dia dalam membangun relasi dengan
orang lain. Maka itu setiap calon imam harus memiliki sikap ini, supaya dalam
pelayanan di tengah umat, ia mampu merangkul dan menghimpun umat dengan baik.
Dalam hidup saya juga sering mengalami kesulitan dalam
memulai atau membangun suatu relasi dengan orang lain. Saya lebih akrab atau
dekat dengan orang yang sudah dekat. Namun saya menadari bahwa sikap ini tidak
memberi keuntungan bagiku sebagai pelayan di tengah umat. Oleh sebab itu, poin
ini memberi masukan yang sangat berharga dalam perkembangan diri saya ke depan.
Kemampuan untuk saling Percaya dan
Kerja Sama
Salah satu hal penting yang harus dipegang oleh kami calon
imam dalam relasi atau hidup berkomunitas sebagai satu saudara dalam Kristus
adalah “kepercayaan dan kerja sama”. Banyak kelompok atau lembaga yang sangat
kompak dan kuat karena di dalam lembaga itu ditanamakan kepercayaan dan kerja
sama antara mereka. Hal yang sama juga dalam hidup kami sebagai calon imam, di
mana kami akan bertugas di keuskupan. Untuk itu kedua poin ini harus dibatinkan
dalam diri kami. Tujuannya adalah supaya kami satu hati dan kehendak dalam
mewujudkan visi-misi keuskupan dan teristimewa menghadirkan Kerajaan Allah bagi
sesame yang kami layani.
Saya menyadari pula bahwa dalam kerja sama tim, saya merasa
belum mampu ikut terlibat. Hal ini disebabkan karena saya masih mau mencari yang
enak atau gampang. Namun saya menadari juga bahwa sikap ini kurang baik,
sehingga dalam hidup ke depan ini saya selalu mencoba dan melatih diri untuk
terlibat dalam setiap kegiatan.
Keseimbangan dalam Perawatan diri
Salah satu unsure penting lain dalam proses pertumbuhan
keintiman dan kedewasaa afeksi adalah perawatan diri secara menyeluruh, yakni
badan (tubuh), pikiran dan jiwa atau semangat. Ketiga hal ini harus bertumbuh
secara seimbang dalam proses integritas diri. Perlu ada olaraga untuk menyegarkan
badan sehingga selalu semangat dalam tugas dan kerja. Tubuh juga perlu
mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat. Tubuh juga perlu istirahat yang
cukup. Hidup doa juga diutamakan agar relasi dengan Tuhan tetap dijaga.
Saya
sangat menjaga dan memperhatikan ketiga hal ini, yakni kesehatan tubuh, pikiran
dan roh. Pengalaman membuktikan bahwa kalau ketiga unsur ini berjalan dengan
baik maka hidup saya akan terasa bahagia.
Mendengarkan
Mendengarkan adalah salah satu unsur penting dalam membangun
keintiman dan kedewasaan secara afeksi.
Mendengarkan berarti turut merasakan apa yang menjadi keluhan dan
ungkapan yang diberikan. Kadang harus mendengar pujian tapi juga bisa kritikan
dan sebaginya. Semua hal yang kita dengar menjadi pembelajaran yang baik demi
perkembangan diri menuju suatu keintiman yang sehat dan kedewasaan secara
afeksi.
Saya sadar juga bahwa kadang saya sulit untuk mendengarkan
segala kritikan dan nasehat yang mau membangun diriku. Saya sering menuntut
untuk orang mendengarkan saya pada hal saya masih minim untuk mendengarkan
orang lain. Maka itu, tugas saya ke depan adalah selalu siap dan taat untuk
mendengarkan segala sesuatu yang membantu pertumbuhan dan perkebangan hidupku.
III.
KENDALA-KENDALA YANG MENGHAMBAT
KEMATANGAN DAN PERTUMBUHAN AFEKSI
Pada
bagian ini akan dijelaskan tentang kendala atau hambatan untuk tubuh kedewasaan
secara afeksi dan jalan keluar yang ditempuh oleh setiap orang.
Menghadapi Kematian
Banyak orang tak mampu menghadapi keterbatasanya sebagai
manusia sehingga kadang bisa mendatangkan kematian. Semua orang pasti tidak mau
menerima kenyataan demikian. Namun yang
mau ditekankan pada bagian ini adalah untuk menghadapi kematian itu, kita tahu
bahwa ada keterbatasan dan kelemahan yang harus menerima itu dan bukan untuk
kita mati tetapi kita menjadi manusia baru. Dengan cinta dan keberanian kita
mau menerima dan merangkul segala kelemahan, keterbatasan, luka-luka masa lalu.
Tujuan dari semua ini adalah agar kita bangkit dan menjadi manusia baru. Dalam
hidup saya juga, sering saya lari atau tidak mau menghadapi sesuatu yang agak
sulit atau berat. Tapi saya harus menghadapi semua itu sebagai bagian dari
kehidupan ini.
Sakit
Banyak orang (termasuk saya) yang takut sakit dan terbuka
terhadap suatu masalah. Dalam kehidupanku, saya sering merasa takut untuk
memulai sesuatu karena nanti sakit. Misalnya saja, takut mandi pagi karena
nanti sakit paru-paru. Dan ketakutan-ketakutan yang lain. Namun ketika saya
melawan perasaan takut itu, saya tidak menemukan sesuatu seperti yang saya
bayangkan sebelumnya. Sama halnya juga, saya sering takut dengan orang yang
keras sehngga sulit untuk saya terbuka. Perasaan takut ini berawal dari
keluargaku di mana bapaku sangat keras dalam mendidik dan mebina kami. Tapi
sekarang saya mengalami perubahan karena semua pengalaman itu telah kuterima
sebagai bagian dari hidup ini.
Komunikasi yang tidak sehat
Komunikasi menjadi jalan menuju hidup keintiman yang sehat
dan kedewasaan afeksi. Sebaliknya komunikasi yang dibangun kurang baik akan
menghabat proses pertumbuhan kepribadian seseorang. Komonukasi yang dimaksud
adalah bagaimana ketrampilan atau perilaku yang harus diteladani dalam hidup.
Keluarga menjadi basis pertama yang menanamkan perilaku bagi setiap kita. Kalau
saya elihat diri saya, maka perilaku dominan yang saya teladani adalah berasal
dari ibu. Sifat dan perilaku dari ibu saya sangat dominan dalam kehidupanku
hingga sekarang ini.
Konflik dan Konfrontasi
Para calon yang sering menghadapi konflik dalam hidup akan
lebih mudah untuk menyelesaikan atau mencari jalan keluar atas masalah
tersebut. Berbeda dengan calon yang sering lari atau tidak mau menerima konflik
akan mengalami kesulitan ketika mendapat suatu masalah. Dalam keluarga saya,
kebetulan saya anak yang bungsu sehingga saya selalu dimanja dan tidak mau
menerima beban yang berat. Akibatnya saya tidak bisa menerima sautu tugas yang
berat dan menyulitkanku, ketika menempuh pendidikan dan pembinaan di seminari,
KPA, TOR dan di Seminari Tinggi. Namun sekali lagi saya merasa bersukur karena
telah mengetahui kekuranganku ini. Saya tidak merasa bersalah tetapi bersyukur
atas pengalaman itu dan saya mau untuk bangkit dan berubah menjadi orang yang
tidak lagi bersifat anak-anak tetapi berani menerima semua hal yang dipercayakan
kepadaku.
Takut
Ketakutan menjadi kendala yang terbesar bagi setiap orang
termasuk saya. Dalam hidup saya, ketakutan menjadi dasar keterlabatan dalam
pertumbuhan menuju kedewasaan. Banyak hal yang saya takuti. Misalnya, takut
salah, dimarahi, ditegur, sakit, dan sebaaginya. Tetapi sekarang saya menyadari bahwa
ketakutan ini bukan memberi dampak positif bagi saya tetapi akan merugikanku
dalam proses menuju kedewasaan secara utuh.
IV.
Implikasi
terhadap pembentukan
Apa implikasi yang dapat kita tarik dari beberapa
refleksi agar dapat membantu proses dari kependetaan, kaum awam gereja dan
formasi religius? Pertama, formator harus tahu bagaimana untuk mengevaluasi
seluruh anggotanya, tanpa melupakan tahapan perkembangan psikoseksual secara
alamiah. Tubuh, pikiran, semangat, sosial, kognitif, dan afektif adalah semua
dimensi yang harus digunakan dalam
penilaian. Anggota formasi harus melihat dua point yakni kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan dalam pertumbuhan. Para formator harus melihat kapasitas para calon untuk memanagenya atau
mempunyai tanggung jawab atas tindakannya dengan bebas (petunjuk, II, 4).
Urutan berbagai evaluasi yang efektif dan perkembangan kedewasan para calon
imam, kehidupan religius dan berbagai perkembangan sebagai kunci yang membantu dalam pembinaan.
Pembentukan personel dapat berkembang dari yang
lemah dalam keakraban yang sehat dengan mengambil dan melihat semakin dekat
kepada keseluruhan riwayat calonnya. riwayat ini akan digunakan untuk memanage
kekuatan dan kelemahan calon pada hubungan mereka dengan diri sendiri, orang
lain dan dengan Tuhan. formator dapat salah menilai hubungan dan perkawanan
dengan perempuan dan orang lain. perhatian istimewa dapat dilihat dari hubungan
itu, mutu dari interaksi dan apa yang mereka punya dan pelajari melalui
pengalaman mereka sendiri, dan hubungan pada umumnya. dengan kata lain hubungan
sehat harus menuju ke perkembangan dan perubahan yang lebih besar dan bisa juga
tidak, mengapa tidak? kita mungkin melihat kelanjutan perkembangan hubungan ini
dan perkembangan akhirnya. hubungan ini mencerminkan kualitas pada rasa hormat
mereka atau mereka lebih egois, Erik Erikson mendeskripsikan sebagai "
pencarian yang lapar," dimana orang berusaha menemukan identitas mereka
sendiri pada yang lainnya?
Aspek lain untuk mengeksplorasi ketika mengevaluasi
calon untuk petugas pastoral dan hidup religius adalah sebagai berikut:
bagaimana agar calon ini berhubungan dengan penderitaan, sederhana dan bertahan
dalam kesendiriannya dan berpengaruh pada hidup mereka? sudahkah mereka
menyangkal diri dari derita, atau mencakupnya secara terbuka? Apakah mereka
punya satu kapasitas untuk mengatasinya dari hidup mereka dan mencari bimbingan
dari hal lain? Salah satu imam di tempat pastoralnya selama tigapuluh tahun
mengatakan bahwa dia selalu merasa bangga karena tidak perlu pertolongan dari
siapapun dan sepenuhnya merasa cukup.
Itu hanya karena setelah mengalami rasa emosional yang penuh dengan rasa sakit
ia menemukan bahwa dengan melayani Tuhan dan orang lain ia sudah merasa
berkecukupan. dia mampu untuk melepaskan diri dan mengontrolnya dan mampu untuk
melakukan ini semua, dia membuka diri
dan meminta pertolongan dari hal lain untuk keluar dari kelemahannya agar
sembuh, dengan mengembangkan hubungan dengan diri sendiri, hal lain dan Tuhan.
kita mungkin bertanya, apakah yang dilakukan calon ini menunjukan bahwa mereka
telah tumbuh dari masa lalu yang gagal, menderita dan kehilangan? apakah mereka
melihat kesalahan dalam hubungan sebagai peluang dan batu loncatan yang
dihormati demi perubahan dan perkembangan, atau seperti beban yang harus
dihindari atau disangkal?
Formators barangkali dapat menaruh perkembangan yang
terbaik bagi para calon agar senantiasa sadar akan bagaimana mereka sendiri
telah mengembangkan lebih besar kesadaran diri, penghargaan akan diri, dan
penerimaan diri pada psychosexual mereka sendiri dalam berhubungan. sungguh,
pengalaman adalah merupakan guru terbaik. melihat ke dalam diri perkembangan formators sendiri bagaimana
menjadi pendukung untuk mencerminkan, mengambil resiko, mencoba hal baru, dan
menghadapi tantangan, menolong mereka untuk bertumbuh secara rahasia dan
menjadi berharga. ini adalah hal yang bijaksana bukan berada di luar pagar diri
tetapi dari cerminan diri mereka sendiri, dan pengalaman hidup kaya itu akan
memandu perkembangan dari calon bertumbuh dalam kebenaran. calon mampu untuk
berhubungan seperti formators yang mengintegrasikan diri mereka sendiri yang
sakit dan berusaha berjuang tumbuh pada hubungan kehidupan mereka. sehingga,
formators dapat membantu oleh sikap mereka secara pribadi yang memodelkan
dengan hormat pada apa yang hadapi dengan keterbatasan dan kelemahan mereka
sendiri. oleh penerimaan diri dan kesempatan mendorong diri menambahkan perkembangan
dalam komunitas, berpastoral dan mempelajari mereka dapat membantu perkembangan
calon perkembangan sendiri dan penerimaan dari diri utuh mereka. formators
dapat memodelkan seimbang diri kekhawatiran yang berbias kepercayaan asli
mereka pada Tuhan dan orang lain; mereka dapat memodelkan keduanya yakni
komunikasi sehat dan satu penghargaan untuk kesendirian dan hidup holistic.
Kalau di situ adalah harga diri rendah atau pola tak
sehat yang tampak menghalangi perkembangan asli, calon mungkin perlu lebih
professionsl menolong membuka kunci menutupi destruktif negatif dari masa lalu
dan mengganti lagi dengan menyatakan diri. kita bertumbuh dengan menantang
untuk keluar dari zone hiburan kita. perkembangan datang lewat risiko dan
belajar dari suatu kesalahan. kita bertumbuh dengan menghadapi tantangan
terbaik diantara kita, tidak dengan menghindari resiko atau mengoperasikan dari
sakit dan konflik. akhirnya calon membaik dalam perubahan dengan memberikan
kesempatan untuk berubah, dukungan dan dorongan mereka perlukan untuk
tumbuh dari resiko dalam hubungan dengan
diri, hal lain dan Tuhan.