Senin, 17 November 2014

RITUS REKONSILIASI (JEBADISIA) DALAM SUKU MONI



RITUS REKONSILIASI (JEBADISIA)
DALAM SUKU MONI

EMO DALAM PANDANGAN ORANG MONI
Emo yang dihayati oleh orang moni di Dugindoga dan Kemandoga adalah daya tertinggi  dan ilahi yang menghidupkan, membebaskan, menyelengarakan dan melindungi manusia Moni dan seluruh tatanan kosmos dengan kekuatan yang melampaui daya-daya kosmis-natural dan kemampuan akal budi manusia. emo itu juga dipandang dan dihayati dalam hidup mereka sebagai pencipta sekaligus pengatur (ongga dega Me) dari segala keterarahan hidup manusia Moni. Daya tertinggi Emo tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Daya tertinggi Emo berkuasa dalam ke-Maha-luasan-Nya. Orang Moni meyakini bahwa Emo-lah yang mengatur segala peredaraan kosmos yang terdiri dari keteraturan iklim, hidup moralitas, sosio-politik, nilai sosio-budaya dan daya natural yang terkandung di dalam dunia orang Moni.
            Dengan konsep pemahan itu, maka orang Moni memupuk, memelihara dan menghayati relasinya dengan Emo. Penghayatannya dapat diwujudnyatakan dalam nilai-nilai keteraturan hidup baik atau ideal, baik secara vertikal maupun horisontal. Ritus rekonsiliasi ini adalah upacara pemulihan relasi antara manusia dengan Emo atas perbuatan inces dan zinah yang diyakini sebagai cikal bakal terjadinya murka Emo atas kehidupan manusia.

1.             PENGETIAN JEBADISIA
Jeba disia adalah gabungan dari dua kata dasar ‘ba’ yang berarti kotoran manusia atau hewan, jika ditambahkan awalan ‘je’ maka menjadi ‘jeba’ (noun) yang artinya kotoran manusia yang melekat pada tubuhnya. Arti terdalam dari kata ini adalah kesalahan atau kekeliruan, kedosaan sebagai akibat dari pelanggaran-pelanggaran norma hidup, misalnya zinah, inces, pembunuhan, penghinaan, pelecehan, pemerkosaan dan sebagainya. Sedangkan kata ‘disia’ (verb) yang artinya manghapuskan atau membersihkan. Isitilah ini tidak dapat dibahasakan pada tindakan sekular seperti pembersihan perabot rumah tangga, atau penghapusan tinta spidol pada papan tulis. Melainkankan, digunakan dan dibahasakan pada penghapusan atau pembersihan kedosaan manusia demi pemuliahn relasi dengan “daya tertinggi EMO”. Jadi istilah ‘jebadisia’ mengandung arti penghapusan, pembersihan, penyucian kedosaan manusia.
Unsur terpenting yang ditekankan dalam ritus ‘jebadisia’ adalah pemulihan relasi manusia Moni dengan EMO. Akibat dari ritus ini yakni pemulihan kembali kehidupan sosio-ekonomi, sosio-budaya, sosio-politik dan sosio-religi. Perdamaian yang diperjuangkan orang Moni melalui ritus ini adalah perdamaian antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam semesta dan manusia dengan ‘daya tertinggi EMO’. Apabila sudah tercipta relasi yang harmonis maka kehidupan orang Moni pun akan berjalan normal dan damai.

2.             BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN DALAM PERAYAAN ‘JEBADISIA’
a.    Kolam
Kolam dibuat di dekat anak sungai yang jernih, hidup dan deras supaya pada akhir upacara jika kolam dibuka maka air genangannya bisa mengalir mulus ke induk sungai. Dipermukaan kolam ditaburkan ‘bamo sao’. Tua adat biasanya berdiri di dalam kolam tersebut dan mencelupkan para peserta ritus secara bergiliran. Kolam dihayati sebagai wadah untuk pembersihan dosa manusia.
Sesudah penyelupan para peserta ritus maka tua adat membuka kolam sambil menyapa alam semesta sebagi berikut:
Aiga peo-maipeo yang berarti langit dan bumi suci dan bersih
Abugi indo-amene indoo yang berarti tanah airku suci dan bersih
Awago peao yang berarti ternak dan tanaman sehat
Imbu tawa-imbatawa yang berarti bebas kelaparan dan kesakitan

b.   Bamo sao
Bamo sao adalah kembang dari sejenis tumbuhan lunak yang lazim hidup di tempat berlumut basah, di pinggir kali. Bamo sao berwarna putih berkilau dan ditaburkan di permukaan kolam. Bamo sao melambangkan kesucian, kemurnian dari kedosaan manusia.

c.    Poga
Poga adalah sejenis kulit kerang/siput yang berbentuk lengkung. Poga digunakan oleh tua adat pada saat penyucian di kolam ritus. Tua adat mengangkat poga pada tangan dan dilapisi dengan bamo sao untuk meramas keluar pada perut peserta ritus. Poga tersebut berwarna putih mengkilap dan melambangkan kesucian.

d.   Tane wogo
Tane wogo adalah daging babi ritus. Babi yang disembelihkan dalam ritus jebadisia adalah mesti yang berwarna putih, bersih, sehat dan gemuk. Setelah acara ritus berakhir baru daging tane wogo dapat dikonsumsi. Acara makan daging ritus merupakan lambang pembersihan dalam organ tubuh manusia dengan bantuan lemak babi. Pembersihan diri dari kedosaan manusia.

3.           PROSES RITUS JEBA DISIA DAN MAKNA TINDAKANNYA
Orang yang kedapatan berbuat zinah atau inces biasanya ditangkap dan dibunuh seketika. Menurut orang Moni cara ini layak dan pantas digunakan terhadap para pelaku pelanggaran norma hidup. Mereka tidak dapat menggunakan cara lain seperti, patok leher, tikam, diracuni, atau lain sebagainya.
Jenazah korban diantar ke pinggir kali yang besar dan deras lalu dilepaskan beserta bahan-bahan khusus seperti jugi, nono, poga, igidepa, ompokutu, mboe dan peawogo.  Makna dari keikutsertaan bahan-bahan itu adalah hal-hal yang berkaiatan dengan tingkah laku dan kedosaan manusia yang dilepaskan untuk hidup baru. Bahan-bahan bekas melambangkan kedosaan, sikap dan perbuatan lama yang merugikan hidup bersama. Orang Moni meyakini bahwa hal yang buruk dan yang lama harus dilepaskan bersama jenazah korban lalu membangun kembali hidup serta semangat baru.
Setalah pulang dari acara pelepasan jenazah, keluarga dekat para korban harus berunding bersama untuk mengadakan upacara penyucian secara simbolis. Mereka harus menentukan waktu yang tepat dan mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan dalam ritus tersebut. Tempat upacara harus jauh dari keramaian alasannya agar kedosaan yang dibersihkan tidak terjebak dan nilai kesakralan tidak tercemar atau ternoda. Orang yang bukan dari klen korban tidak boleh hadir dan mengikuti ritus penyucian tersebut.
Pada hari yang telah disepakati bersama itu, semua anggota keluarga sudah harus berada di tempat ritus jebadisia. Tua adat yang memimpin jalannya ritus tersebut dan setiap orang yang hadir harus dicelup dalam kolam oleh tua adat. Ritus ini ditutup dengan acara makan tane wogo. Makna makan daging tane wogo adalah pembersihan diri dari dalam tubuh dengan lemak babi, agar setiap orang sungguh-sungguh dibersihkan baik luar maupun dalam tubuh manusia. Setelah upacara berakhir, semua peserta pulang ke rumah masing-masing denga hati tenang dan damai.

4.             TUJUAN RITUS JEBADISIA
Tujuan orang Moni mengadakan ritus ini adalah menormalkan hubungan dengan sesama, alam dan daya tertinggi ‘Emo’. Hubungan harmonis ini hanya dapat putus apabila ada pelanggaran, terutama zinah dan inces. Maka kedosaan manusia itu mesti dibersihkan melalui ritus jebadisia agar relasi tersebut normal kembali.

SUMBER
Tabuni, Natalis. “Relasi Orang Moni dengan Emo.” Skripsi tidak diterbitkan. Sekolah Tinggi Filsafat – Fajar Timur, Jayapura, 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar