KEPRIHATINAN MORAL
-HUKUM CINTA KASIH DAN ABORSI YANG
TERUS MERAJALELA-
LATAR BELAKANG
Hidup
manusia merupakan sesuatu yang sangat berharga sehingga manusia selalu berusaha
untuk mempertahankannya. Nilai hidup sangat dijunjung tinggi karena kehidupan
itu sangat bernilai dan berharga, baik di mata manusia maupun di mata Allah.
Manusia selalu berusaha dari hari ke hari melanggengakan hidupnya melalui
keturunan, sebagaimana dikatakan oleh Kitab Suci yakni beranakcuculah dan
bertambah banyak dan penuhilah bumi... (Kej 1:28). Dalam persepektif ini, manusia sungguh
menghayati hukum cinta kasih yakni menghargai kehidupan sebagai karya Allah.
Hidup dilihat sebagai sebuah anugrah yang mesti dijaga dan dipelihara, sebab
apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya?
(Mrk 8:37).
Seiring
berjalannya waktu, penghargaan terhadap nilai kehidupan sudah mulai merosot. Hukum
cinta kasih pun perlahan mulai pudar dengan adanya praktek aborsi. Walaupun
aborsi dicap sebagai tindakkan pembunuhan namun gencar dipraktekan dan terus
meningkat dari hari ke hari. Aborsi bukan lagi dilihat sebagai tindakkan
kejahatan melainkan jalan alternatif untuk menghilangkan berbagai masalah
menyangkut kehamilan seperti malu karena hamil, tidak bebas untuk melanjutkan
pendidikan dan meraih karier, masalah kesehatan, dan masalah sosial lainnya. Fakta
menunjukkan bahwa sejak tahun 1968 hingga sekarang kasus aborsi terus meningkat
dan berkelanjutan walaupun tidak ada angka pasti berapa jumlah kasus aborsi per
tahun karena tindakkan tersebut tidak dilegalkan oleh pemerintah setempat,
walaupun ada hanya beberapa negara saja seperti Amerika, Inggris dan Wales.
Jika masalah ini terus berkembang dan berkelanjutan maka eksistensi manusia
akan terancam punah. Hidup manusia bukan lagi dilihat sebagai anugrah,
melainkan bencana yang mesti dibasmi. Melihat hal ini, maka di mana sikap kita
sebagai manusia yang memiliki cinta kasih dan penghargaan yang menjunjung
tinggi nilai hidup manusia?
PEMETAAN MASALAH
Aborsi
merupakan salah satu masalah yang terus berkembang dalam kehidupan masyarakat.
Bagi perempuan, kehamilan dapat membuat tidak nyaman dan memalukan terutama mereka
yang mengalami kasus pemerkosaan dan ditinggal pergi oleh suaminya. Kehamilan
selalu menimbulkan gejolak fisik seperti harus istirahat dari pendidikan atau
kariernya. Kehamilan membuat hidup tidak bebas. Dengan berbagai masalah yang
ada, terkadang mereka melihat aborsi sebagai jalan alternatif terbaik dan
terakhir untuk menyelesaikan masalah tersebut. Padahal tindakkan aborsi
tersebut merupakan tindakkan pembunuhan atau penghilangan nyawa manusia yang
berdampak juga pada diri mereka. Walaupun tindakkan aborsi merupakan tindakkan
pembunuhan, namun di beberapa negara tindakkan tersebut sudah dilegalkan
seperti di Amerika, Inggris, dan Wales. Sejak tahun 1973, hukum di Amerika
Serikat mengatakan bahwa perempuan mempunyai hak untuk mengakhiri kehamilannya
dengan aborsi. Pada tahun 1967, Polisi Militer Liberal David Steel
memperkenalkan rancangan undang-undang ke Dewan Perwakilan yang menjadi Akta
aborsi 1967. Akta ini diundangkan pada tahun 1990 dan berlaku untuk seluruh
kerajaan Inggris kecuali Irlandia. Hukum di Inggris tersebut mengatakan bahwa
aborsi dapat dilakukan hingga akhir minggu ke-24 kehamilan dan disetujui oleh
kedua belah pihak. Sebagaian besar aborsi di Inggris dilakukan dengan mengacu
pada Akta aborsi yang mengisinkan aborsi bila kehamilan melibatkan bahaya bagi
kesehatan fisik atau mental si ibu.
Negara-negara
yang telah melegalkan tindakkan aborsi terlihat sangat melonjak per tahunnya.
Diperkirakan bahwa setiap tahun ada seribu perempuan yang melakukan tindakkan
tersebut dengan alasan seperti kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan fisiknya,
tidak ingin memiliki anak, dan alasan sosial lainnya. Kebanyakan dokter yang
terlibat dalam tindakkan aborsi mengalami dilema karena mereka dengan tahu dan
pasti bahwa tindakkan tersebut sungguh salah dan sangat membahayakan keadaan
nyawa si ibu. Tingkat kematian ibu karena aborsi pun terus meningkat dari tahun
ke tahun sebagaimana yang diperkirakan oleh WHO.
Menurut
perkiraan WHO bahwa 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi (tergantung
kondisi masing-masing negara). Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun
dilakukan 20 juta aborsi tidak aman, 70.000 wanita meninggal akibat aborsi tersebut,
dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh hal yang sama. Di Asia tenggara, WHO
memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000
sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Resiko kematian akibat aborsi tidak aman
di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700.
Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih
cukup besar.
ANALISA MASALAH
Kehamilan
memiliki dua makna bagi manusia. Makna
pertama: kehamilan merupakan anugrah bagi mereka yang mendabakan bayi.
Mereka melihat kehamilan sebagai rencana Allah untuk melanggengkan hidup
manusia di bumi. Hidup manusia diterima dengan penuh syukur. Pengahargaan
terhadap hidup sangat dijunjung tinggi. Sedangkan makna kedua: kehamilan merupakan bencana bagi mereka yang tidak
menginginkan anak. Mereka beralasan bahwa kehamilan membuat tidak nyaman dan
memalukan terutama mereka yang diperkosa, tidak dapat melanjutkan hidup sebagai
wanita karier, tidak bebas berekspresi, masalah kesehatan dan masalah sosial
ekonomi lainnya. Mereka yang menganut paham kedua ini lebih dekat dengan aborsi
dan menjadi alternatif untuk menghilangkan berbagai masalah tersebut. Aborsi
tidak lagi dilihat sebagai tindakkan kejahatan melainkan sebagai anugrah.
Banyak
kaum feminis yang menyetujui tindakkan aborsi. Mereka berpendapat bahwa orang
harus mempunyai hak untuk mencari dan memperoleh pelayanan aborsi sampai saat
kelahiran tanpa harus dipersalahkan karena perempuan mempunyai hak untuk
mengontrol tubuhnya sendiri. Tindakkan itu disebut sebagai kehendak bebas di
mana manusia dengan bebas menentukan arah hidupnya dan membuat rencana serta
mengatur masa depannya sesuai dengan putusan moral yang diambil. Sikap ini
merupakan tindakkan yang salah kaprah karena tidak perlu hingga menghilangkan
nyawa manusia, sebab hidup manusia sejak terjadinya konsepsi, bayi di dalam
rahim pantas mendapatkan perlindungan. Hal serupa juga dikumandangkan dalam
Deklarasi Hak Anak PBB tahun 1959.
Tindakkan
kaum feminis ini pada tahap tertentu dapat menghilangkan eksistensi manusia,
sebab mereka menolak untuk melanjutkan keturunan. Hal ini akan menjadi masalah
serius sehingga harus cepat diatasi. Kasus ini menunjukkan bahwa betapa
rendahnya moral manusia, sehingga harus melakukan tindakkan yang keji dan kejam
terhadap hidup manusia itu sendiri. Manusia tidak lagi menjadi homo socius dan beriman yang memiliki
cinta kasih, melainkan menjadi homo
homini lupus. Sikap dan penghargaan terhadap nilai hidup sudah memudar
sehingga kasus aborsi sampai saat ini sangatlah serius dan membahayakan bagi umat
manusia. Menurut perkiraan WHO yang telah disebutkan di atas, menunjukkan bahwa
sampai saat ini ternyata kasus aborsi masih sangat terlampau tinggi, bahkan
sampai remaja pun telah melakukan tindakkan aborsi. Walaupun banyak Negara
telah membuat undang-undang untuk melarang aborsi dan menyerukan program KB
serta menyarankan memakai kondom sebagai pilihan alternatif program KB, namun
hasilnya tetap kurang berdaya guna.
Tindakkan
aborsi ini merupakan kasus yang telah mendunia sehingga harus cepat diatasi.
Penanganan masalah ini bukan lagi sekedar program atau aturan, sebagaimana yang
telah disebutkan diatas yang mengalami kebuntuan dan tidak berdaya guna.
Masalah aborsi terus berkembang karena tidak adanya kesadaran moral pada diri
setiap manusia. Masalah moral menjadi sumber utama mengapa kasus ini terus
melecut. Karena itu, perlu penanam nilai moral pada setiap keluarga, lembaga
pendidikan, instansi-instansi dan sebagainya sehingga tumbuh kesadaran bahwa
hidup manusia itu sungguh berharga dan mesti dipelihara guna melangsungkan
kehidupan.
REFLEKSI TEOLOGIS
Hidup
manusia merupakan sebuah anugrah yang diberikan Allah. Hidup manusia sangat
berharga melebihi apa pun, sehingga mesti dijaga dan dipelihara dengan sebaik
mungkin. Tindakkan apa pun yang mencoba menghilangkan nyawa manusia harus
dilawan, karena manusia diciptakan bukan untuk dibunuh melainkan untuk
melangsungkan hidupnya. Kasus aborsi menjadi tanggungjawab kita bersama, bukan
tanggungjawab pribadi individu. Penanaman moral pada setiap pribadi harus
menjadi prioritas utama sehingga tumbuh kesadaran bahwa hidup bukan untuk
dbunuh, sebagaimana dikutip dari Declaration
of Human Rights 1948 (art. 3) bahwa setiap orang mempunyai hak atas hidup,
kemerdekaan dan keamanan.
KITAB SUCI
Kitab Suci tidak secara khusus
berbicara mengenai aborsi. Namun demikian, Kitab Suci memberikan gambaran bahwa
praktek tersebut tidak dibenarkan sebab sejak manusia dikandung Allah telah
memberikan kehidupan dan Allah sungguh mengenal kita sebagai mana yang
diungkapkan dalam Yeremia 1:5 yang memberitahukan kepada
kita bahwa Allah mengenal kita sebelum Dia membentuk kita dalam kandungan.
Kemudian dalam Mazmur 139:13-16
berbicara mengenai peran aktif Allah dalam menciptakan dan membentuk kita dalam
rahim. Keluaran 21:22-25
memberikan hukuman yang sama kepada orang yang mengakibatkan kematian seorang
bayi yang masih dalam kandungan dengan orang yang membunuh. Hal ini dengan
jelas mengindikasikan bahwa Allah memandang bayi dalam kandungan sebagai
manusia sama seperti orang dewasa. Bagi orang Kristiani, aborsi bukan menjadi
kehendak bebas manusia atas putusan moral yang diambil melainkan berkenan
dengan hilangnya nyawa manusia sebagai ciptaan Allah yang serupa dan segambar
dengan-Nya (Kejadian 1:26-27; 9:6).
AJARAN GEREJA
Gereja
katolik mengajarkan bahwa tindakkan aborsi merupakan dosa berat, sebab hidup
manusia dianggap sudah mulai ketika konsepsi. Sejak saat itu, hidup sudah suci
dan setiap orang harus berusaha melindunginya. Konsili Vatikan II juga
menyatakan bahwa “harus dilindungi dengan penuh perhatian dari saat konsepsi:
aborsi dan pembunuhan bayi merupakan kejahatan yang mengerikan” (GS,51). Dalam Ajaran
Gereja dijelaskan lebih lengkap pada Deklarasi tentang Aborsi yang Disengaja
(1974) yang menegaskan tiga hal:
·
Mengulangi ajaran tradisional Gereja dan menunjukkan
juga bahwa setiap orang harus memberikan sikap hormat yang sepantasnya kepada
hidup manusia dan hak-hak asasi manusia.
·
Menyatakan bahwa gerakan hak-hak perempuan itu baik
bila membebaskannya dari ketidakadilan, tetapi tidak dapat dijadikan dalih
untuk aborsi, yang menolak hidup orang lain.
·
Menjelaskan bahwa meskipun aborsi merupakan pembunuhan
terhadap anak yang belum lahir, alasan-alasan mengapa orang meminta aborsi
kadang-kadang sangat serius: mereka merupakan hasil dari pelbagai ‘kesengsaraan
dan kemalangan’. Deklarasi ini menyatakan bahwa ‘setiap laki-laki dan perempuan
yang berperasaan harus siap melakukan apa saja yang dapat dilakukannya untuk
menyembuhkan mereka’.
SUARA PAUS
Paus Johannes Paulus II, sangat
mengecam tindakkan pembunuhan dalam bentuk apa pun. Beliau mengatakan bahwa
zaman ini sangat diwarnai oleh “budaya kematian” (the culture of death).
Manusia atas nama kesenangan yang sifatnya sangat sementara dan sangat egois
mengorbankan kehidupan. Hal ini kemudian dikumandangkan lagi dengan keras oleh Paus
Benedictus XVI dalam kunjungannya ke Austria. Dia dengan tegas mengumandangkan
kembali ajaran Gereja bahwa aborsi adalah dosa besar dan tindakkan tersubut
sungguh melanggar hak asasi manusia yakni hak untuk hidup. Pernyataan Paus
tersebut disambut gembira oleh pencinta kehidupan dan di lain pihak disambut
dengan protes keras oleh para pencinta kematian.
RANCANGAN
PASTORAL
Tidak dapat dipungkiri bahwa umat
katolik tidak hidup sendiri dan terpisah dari keramian dunia. Mereka hidup
diantara berbagai suku dan agama serta realitas sosial, sehingga kemungkinan terjerumus
dalam tindakkan aborsi sangat terbuka. Oleh karena itu, upaya yang hendak
diambil dalam rancangan pastoral ini bukan untuk menghentikan atau memberantas
habis masalah aborsi melainkan mengurangi laju tindakkan tersebut. Rancangan
pastoral itu sebagai berikut:
·
Pendekatan keluarga
Pendekatan keluarga dimaksudkan agar tetap terjalin komunikasi yang
harmonis. Melalui pendekatan tersebut dapat disosialisakin berbagai masalah
sosial aktual dan kiranya dapat diambil sebuah langkah antisipatif. Pendekatan ini juga, memungkinkan adanya
pengembangan iman dan moral sehingga tidak mudah terjerumus dalam tindakkan
aborsi.
·
Penyadaran
Penyadaran dimaksudkan supaya baik mereka yang sudah melakukan
aborsi maupun yang belum harus menyadari bahwa tindakkan tersebut sungguh salah
dan tergolong dalam kasus pembunuhan dan dosa berat. Penyadaran ini juga
bertujuan agar menumbuhkan sikap hormat terhadap hidup manusia sebagai ciptaan
Allah yang serupa dan secitra dengan-Nya. Memberikan kesadaran agar tetap dan
taat kepada sepeluh perintah Allah khususnya perintah ke lima yakni jangan
membunuh; taat pula pada ajaran Gereja yang melarang keras aborsi. Terlebih
dari itu , penyadaran tersebut bertujuan untuk menumbuhkan dan menyadarkan
moral yang ada pada setiap pribadi.
·
Pembinaan
Pembinaan
yang dimaksudkan ialah Pembinaan kaum muda melalui Katekese tentang seks dan
seksualitas. Pembinaan tersebut juga ditujukkan kepada mereka yang hendak
memulai rumah tangga baru. Sehingga melalui pembinaan tersebut mereka dapat
tahu dan sadar bahwa tindakkan aborsi maupun tindakkan lainnya yang
menghilangkan nyawa manusia merupakan tindakkan yang dilarang oleh Gereja dan
dicap sebagai dosa berat.
REFERENSI
Dokumen Konsili Vatikan
II, Konstitusi
Pastoral
“Gaudium
et Spes”
Tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini, terj. R.
Hardawiryana. Jakarta: Obor, 2004.
K. Bertens, Keprihatinan Moral. Yogyakarta:
Kanisius, 2003.
Konferensi
Wali Gereja Indonesia. Iman Katolik.
Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Simon dan
Chrispoper Danes, Masalah-Masalah Moral
Sosial Aktual – dalam Perspektif
Iman Kristen. Yogyakarta:
Kanisius, 2000.
Purwa
Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya.
Yogyakarta: Kanisius, 1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar