Rabu, 19 November 2014

KEPRIHATINAN MORAL - HUKUM CINTA KASIH DAN ABORSI YANG TERUS MERAJALELA



KEPRIHATINAN MORAL
-HUKUM CINTA KASIH DAN ABORSI YANG TERUS MERAJALELA-

LATAR BELAKANG
Hidup manusia merupakan sesuatu yang sangat berharga sehingga manusia selalu berusaha untuk mempertahankannya. Nilai hidup sangat dijunjung tinggi karena kehidupan itu sangat bernilai dan berharga, baik di mata manusia maupun di mata Allah. Manusia selalu berusaha dari hari ke hari melanggengakan hidupnya melalui keturunan, sebagaimana dikatakan oleh Kitab Suci yakni beranakcuculah dan bertambah banyak dan penuhilah bumi... (Kej 1:28).  Dalam persepektif ini, manusia sungguh menghayati hukum cinta kasih yakni menghargai kehidupan sebagai karya Allah. Hidup dilihat sebagai sebuah anugrah yang mesti dijaga dan dipelihara, sebab apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya? (Mrk 8:37).
Seiring berjalannya waktu, penghargaan terhadap nilai kehidupan sudah mulai merosot. Hukum cinta kasih pun perlahan mulai pudar dengan adanya praktek aborsi. Walaupun aborsi dicap sebagai tindakkan pembunuhan namun gencar dipraktekan dan terus meningkat dari hari ke hari. Aborsi bukan lagi dilihat sebagai tindakkan kejahatan melainkan jalan alternatif  untuk menghilangkan berbagai masalah menyangkut kehamilan seperti malu karena hamil, tidak bebas untuk melanjutkan pendidikan dan meraih karier, masalah kesehatan, dan masalah sosial lainnya. Fakta menunjukkan bahwa sejak tahun 1968 hingga sekarang kasus aborsi terus meningkat dan berkelanjutan walaupun tidak ada angka pasti berapa jumlah kasus aborsi per tahun karena tindakkan tersebut tidak dilegalkan oleh pemerintah setempat, walaupun ada hanya beberapa negara saja seperti Amerika, Inggris dan Wales. Jika masalah ini terus berkembang dan berkelanjutan maka eksistensi manusia akan terancam punah. Hidup manusia bukan lagi dilihat sebagai anugrah, melainkan bencana yang mesti dibasmi. Melihat hal ini, maka di mana sikap kita sebagai manusia yang memiliki cinta kasih dan penghargaan yang menjunjung tinggi nilai hidup manusia?


PEMETAAN MASALAH
Aborsi merupakan salah satu masalah yang terus berkembang dalam kehidupan masyarakat. Bagi perempuan, kehamilan dapat membuat tidak nyaman dan memalukan terutama mereka yang mengalami kasus pemerkosaan dan ditinggal pergi oleh suaminya. Kehamilan selalu menimbulkan gejolak fisik seperti harus istirahat dari pendidikan atau kariernya. Kehamilan membuat hidup tidak bebas. Dengan berbagai masalah yang ada, terkadang mereka melihat aborsi sebagai jalan alternatif terbaik dan terakhir untuk menyelesaikan masalah tersebut. Padahal tindakkan aborsi tersebut merupakan tindakkan pembunuhan atau penghilangan nyawa manusia yang berdampak juga pada diri mereka. Walaupun tindakkan aborsi merupakan tindakkan pembunuhan, namun di beberapa negara tindakkan tersebut sudah dilegalkan seperti di Amerika, Inggris, dan Wales. Sejak tahun 1973, hukum di Amerika Serikat mengatakan bahwa perempuan mempunyai hak untuk mengakhiri kehamilannya dengan aborsi. Pada tahun 1967, Polisi Militer Liberal David Steel memperkenalkan rancangan undang-undang ke Dewan Perwakilan yang menjadi Akta aborsi 1967. Akta ini diundangkan pada tahun 1990 dan berlaku untuk seluruh kerajaan Inggris kecuali Irlandia. Hukum di Inggris tersebut mengatakan bahwa aborsi dapat dilakukan hingga akhir minggu ke-24 kehamilan dan disetujui oleh kedua belah pihak. Sebagaian besar aborsi di Inggris dilakukan dengan mengacu pada Akta aborsi yang mengisinkan aborsi bila kehamilan melibatkan bahaya bagi kesehatan fisik atau mental si ibu.
Negara-negara yang telah melegalkan tindakkan aborsi terlihat sangat melonjak per tahunnya. Diperkirakan bahwa setiap tahun ada seribu perempuan yang melakukan tindakkan tersebut dengan alasan seperti kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan fisiknya, tidak ingin memiliki anak, dan alasan sosial lainnya. Kebanyakan dokter yang terlibat dalam tindakkan aborsi mengalami dilema karena mereka dengan tahu dan pasti bahwa tindakkan tersebut sungguh salah dan sangat membahayakan keadaan nyawa si ibu. Tingkat kematian ibu karena aborsi pun terus meningkat dari tahun ke tahun sebagaimana yang diperkirakan oleh WHO.
Menurut perkiraan WHO bahwa 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi (tergantung kondisi masing-masing negara). Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta aborsi tidak aman, 70.000 wanita meninggal akibat aborsi tersebut, dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh hal yang sama. Di Asia tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Resiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar.

ANALISA MASALAH
Kehamilan memiliki dua makna bagi manusia. Makna pertama: kehamilan merupakan anugrah bagi mereka yang mendabakan bayi. Mereka melihat kehamilan sebagai rencana Allah untuk melanggengkan hidup manusia di bumi. Hidup manusia diterima dengan penuh syukur. Pengahargaan terhadap hidup sangat dijunjung tinggi. Sedangkan makna kedua: kehamilan merupakan bencana bagi mereka yang tidak menginginkan anak. Mereka beralasan bahwa kehamilan membuat tidak nyaman dan memalukan terutama mereka yang diperkosa, tidak dapat melanjutkan hidup sebagai wanita karier, tidak bebas berekspresi, masalah kesehatan dan masalah sosial ekonomi lainnya. Mereka yang menganut paham kedua ini lebih dekat dengan aborsi dan menjadi alternatif untuk menghilangkan berbagai masalah tersebut. Aborsi tidak lagi dilihat sebagai tindakkan kejahatan melainkan sebagai anugrah.
Banyak kaum feminis yang menyetujui tindakkan aborsi. Mereka berpendapat bahwa orang harus mempunyai hak untuk mencari dan memperoleh pelayanan aborsi sampai saat kelahiran tanpa harus dipersalahkan karena perempuan mempunyai hak untuk mengontrol tubuhnya sendiri. Tindakkan itu disebut sebagai kehendak bebas di mana manusia dengan bebas menentukan arah hidupnya dan membuat rencana serta mengatur masa depannya sesuai dengan putusan moral yang diambil. Sikap ini merupakan tindakkan yang salah kaprah karena tidak perlu hingga menghilangkan nyawa manusia, sebab hidup manusia sejak terjadinya konsepsi, bayi di dalam rahim pantas mendapatkan perlindungan. Hal serupa juga dikumandangkan dalam Deklarasi Hak Anak PBB tahun 1959.
Tindakkan kaum feminis ini pada tahap tertentu dapat menghilangkan eksistensi manusia, sebab mereka menolak untuk melanjutkan keturunan. Hal ini akan menjadi masalah serius sehingga harus cepat diatasi. Kasus ini menunjukkan bahwa betapa rendahnya moral manusia, sehingga harus melakukan tindakkan yang keji dan kejam terhadap hidup manusia itu sendiri. Manusia tidak lagi menjadi homo socius dan beriman yang memiliki cinta kasih, melainkan menjadi homo homini lupus. Sikap dan penghargaan terhadap nilai hidup sudah memudar sehingga kasus aborsi sampai saat ini sangatlah serius dan membahayakan bagi umat manusia. Menurut perkiraan WHO yang telah disebutkan di atas, menunjukkan bahwa sampai saat ini ternyata kasus aborsi masih sangat terlampau tinggi, bahkan sampai remaja pun telah melakukan tindakkan aborsi. Walaupun banyak Negara telah membuat undang-undang untuk melarang aborsi dan menyerukan program KB serta menyarankan memakai kondom sebagai pilihan alternatif program KB, namun hasilnya tetap kurang berdaya guna.
Tindakkan aborsi ini merupakan kasus yang telah mendunia sehingga harus cepat diatasi. Penanganan masalah ini bukan lagi sekedar program atau aturan, sebagaimana yang telah disebutkan diatas yang mengalami kebuntuan dan tidak berdaya guna. Masalah aborsi terus berkembang karena tidak adanya kesadaran moral pada diri setiap manusia. Masalah moral menjadi sumber utama mengapa kasus ini terus melecut. Karena itu, perlu penanam nilai moral pada setiap keluarga, lembaga pendidikan, instansi-instansi dan sebagainya sehingga tumbuh kesadaran bahwa hidup manusia itu sungguh berharga dan mesti dipelihara guna melangsungkan kehidupan.

REFLEKSI TEOLOGIS
Hidup manusia merupakan sebuah anugrah yang diberikan Allah. Hidup manusia sangat berharga melebihi apa pun, sehingga mesti dijaga dan dipelihara dengan sebaik mungkin. Tindakkan apa pun yang mencoba menghilangkan nyawa manusia harus dilawan, karena manusia diciptakan bukan untuk dibunuh melainkan untuk melangsungkan hidupnya. Kasus aborsi menjadi tanggungjawab kita bersama, bukan tanggungjawab pribadi individu. Penanaman moral pada setiap pribadi harus menjadi prioritas utama sehingga tumbuh kesadaran bahwa hidup bukan untuk dbunuh, sebagaimana dikutip dari Declaration of Human Rights 1948 (art. 3) bahwa setiap orang mempunyai hak atas hidup, kemerdekaan dan keamanan.

KITAB SUCI
Kitab Suci tidak secara khusus berbicara mengenai aborsi. Namun demikian, Kitab Suci memberikan gambaran bahwa praktek tersebut tidak dibenarkan sebab sejak manusia dikandung Allah telah memberikan kehidupan dan Allah sungguh mengenal kita sebagai mana yang diungkapkan dalam  Yeremia 1:5 yang memberitahukan kepada kita bahwa Allah mengenal kita sebelum Dia membentuk kita dalam kandungan. Kemudian dalam Mazmur 139:13-16 berbicara mengenai peran aktif Allah dalam menciptakan dan membentuk kita dalam rahim. Keluaran 21:22-25 memberikan hukuman yang sama kepada orang yang mengakibatkan kematian seorang bayi yang masih dalam kandungan dengan orang yang membunuh. Hal ini dengan jelas mengindikasikan bahwa Allah memandang bayi dalam kandungan sebagai manusia sama seperti orang dewasa. Bagi orang Kristiani, aborsi bukan menjadi kehendak bebas manusia atas putusan moral yang diambil melainkan berkenan dengan hilangnya nyawa manusia sebagai ciptaan Allah yang serupa dan segambar dengan-Nya (Kejadian 1:26-27; 9:6).

AJARAN GEREJA
Gereja katolik mengajarkan bahwa tindakkan aborsi merupakan dosa berat, sebab hidup manusia dianggap sudah mulai ketika konsepsi. Sejak saat itu, hidup sudah suci dan setiap orang harus berusaha melindunginya. Konsili Vatikan II juga menyatakan bahwa “harus dilindungi dengan penuh perhatian dari saat konsepsi: aborsi dan pembunuhan bayi merupakan kejahatan yang mengerikan” (GS,51). Dalam Ajaran Gereja dijelaskan lebih lengkap pada Deklarasi tentang Aborsi yang Disengaja (1974) yang menegaskan tiga hal:
·         Mengulangi ajaran tradisional Gereja dan menunjukkan juga bahwa setiap orang harus memberikan sikap hormat yang sepantasnya kepada hidup manusia dan hak-hak asasi manusia.
·         Menyatakan bahwa gerakan hak-hak perempuan itu baik bila membebaskannya dari ketidakadilan, tetapi tidak dapat dijadikan dalih untuk aborsi, yang menolak hidup orang lain.
·         Menjelaskan bahwa meskipun aborsi merupakan pembunuhan terhadap anak yang belum lahir, alasan-alasan mengapa orang meminta aborsi kadang-kadang sangat serius: mereka merupakan hasil dari pelbagai ‘kesengsaraan dan kemalangan’. Deklarasi ini menyatakan bahwa ‘setiap laki-laki dan perempuan yang berperasaan harus siap melakukan apa saja yang dapat dilakukannya untuk menyembuhkan mereka’.

SUARA PAUS
Paus Johannes Paulus II, sangat mengecam tindakkan pembunuhan dalam bentuk apa pun. Beliau mengatakan bahwa zaman ini sangat diwarnai oleh “budaya kematian” (the culture of death). Manusia atas nama kesenangan yang sifatnya sangat sementara dan sangat egois mengorbankan kehidupan. Hal ini kemudian dikumandangkan lagi dengan keras oleh Paus Benedictus XVI dalam kunjungannya ke Austria. Dia dengan tegas mengumandangkan kembali ajaran Gereja bahwa aborsi adalah dosa besar dan tindakkan tersubut sungguh melanggar hak asasi manusia yakni hak untuk hidup. Pernyataan Paus tersebut disambut gembira oleh pencinta kehidupan dan di lain pihak disambut dengan protes keras oleh para pencinta kematian.

RANCANGAN PASTORAL
Tidak dapat dipungkiri bahwa umat katolik tidak hidup sendiri dan terpisah dari keramian dunia. Mereka hidup diantara berbagai suku dan agama serta realitas sosial, sehingga kemungkinan terjerumus dalam tindakkan aborsi sangat terbuka. Oleh karena itu, upaya yang hendak diambil dalam rancangan pastoral ini bukan untuk menghentikan atau memberantas habis masalah aborsi melainkan mengurangi laju tindakkan tersebut. Rancangan pastoral itu sebagai berikut:
·         Pendekatan keluarga
Pendekatan keluarga dimaksudkan agar tetap terjalin komunikasi yang harmonis. Melalui pendekatan tersebut dapat disosialisakin berbagai masalah sosial aktual dan kiranya dapat diambil sebuah langkah antisipatif.  Pendekatan ini juga, memungkinkan adanya pengembangan iman dan moral sehingga tidak mudah terjerumus dalam tindakkan aborsi.
·         Penyadaran
Penyadaran dimaksudkan supaya baik mereka yang sudah melakukan aborsi maupun yang belum harus menyadari bahwa tindakkan tersebut sungguh salah dan tergolong dalam kasus pembunuhan dan dosa berat. Penyadaran ini juga bertujuan agar menumbuhkan sikap hormat terhadap hidup manusia sebagai ciptaan Allah yang serupa dan secitra dengan-Nya. Memberikan kesadaran agar tetap dan taat kepada sepeluh perintah Allah khususnya perintah ke lima yakni jangan membunuh; taat pula pada ajaran Gereja yang melarang keras aborsi. Terlebih dari itu , penyadaran tersebut bertujuan untuk menumbuhkan dan menyadarkan moral yang ada pada setiap pribadi.
·         Pembinaan
Pembinaan yang dimaksudkan ialah Pembinaan kaum muda melalui Katekese tentang seks dan seksualitas. Pembinaan tersebut juga ditujukkan kepada mereka yang hendak memulai rumah tangga baru. Sehingga melalui pembinaan tersebut mereka dapat tahu dan sadar bahwa tindakkan aborsi maupun tindakkan lainnya yang menghilangkan nyawa manusia merupakan tindakkan yang dilarang oleh Gereja dan dicap sebagai dosa berat.

REFERENSI
Dokumen Konsili Vatikan II, Konstitusi PastoralGaudium et Spes” Tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini, terj. R. Hardawiryana. Jakarta: Obor, 2004.
K. Bertens, Keprihatinan Moral. Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Konferensi Wali Gereja Indonesia. Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Simon dan Chrispoper Danes, Masalah-Masalah Moral Sosial Aktual – dalam Perspektif
Iman Kristen. Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya. Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar