STRATEGI PENGAYAUAN DAN
PERAN “AKHIYA RADE” DALAM MASYARAKAT ADAT SUKU YAH’RAY
I.
PENDAHULUAN
Hidup dan model
kepemimpinan yang ada di seluruh wilayah Melanesia tentu memiliki ciri khasnya
masing-masing. Begitu pun dengan hidup dan model kepemimpinan yang ada di suku
Yah’ray. Dalam suku Yah’ray terdapat seorang tokoh yang mempunyai andil yang
cukup besar dalam kehidupan masyarakat Yah’ray. Tokoh itu bernama Akhiya Rade. Ia mempunyai andil yang
besar karena memiliki jiwa kepemimpinan yang tak mengenal lelah. Jiwa
kepemimpinan itu terlihat dari peran
atau tanggungjawab yang diembannya, yaitu manakala ia berkeliling dari
kampung ke kampung dengan misi “menyiarkan berita” kepada seluruh
masyarakat Yah’ray tentang rencana kegiatan pengayauan yang akan dilaksanakan.
Selain menyiarkan berita, Ia
juga berperan sebagai juru bicara
dan sekaligus sebagai pembawa ikatan
janji setia dari kampung lain yang sudah menyatakan diri siap membantu
dalam kegiatan pengayauan yang hendak dilakukan itu. Tujuan yang hendak
dicapai dari misi di atas adalah agar masyarakat Yah’ray saling mendukung dan
bekerja sama dalam proses pengayauan terhadap musuh yang ada di kampung lain.
Sehingga dengan demikian mampu mengalahkan musuh guna menunjukkan dirinya
sebagai manusia sejati dari suku Yah’ray.
Untuk melakukan kegiatan pengayauan di atas, tentu
memiliki Strategi Khusus agar ekspresi mengenai manusia sejati dari suku
Yah’ray itu dapat terwujud di tengah-tengah masyarakat. Ada beberapa strategi
yang biasa dilakukan oleh masyarakat Yah’ray dalam melakukan pengayauan, yaitu: Pertama, melakukan pembagian kerja. Kedua, menentukan waktu yang tepat. Ketiga, melakukan relasi dengan kelompok kerabat yang lain agar
ikut membantu. Dan yang keempat
adalah menentukan kampung-kampung yang akan menjadi sasaran penyerangan. Inilah
beberapa strategi yang lazim digunakan oleh masyarakat adat suku Yah’ray dalam
melakukan kegiatan pengayauan terhadap musuh yang hendak dilawan.
II.
STRATEGI PENGAYAUAN DAN PERAN “AKHIYA RADE” DALAM MASYARAKAT
ADAT SUKU YAH’RAY
Sebelum masuk pada pembahasan mengenai strategi
pengayauan dan peran atau tanggungjawab yang dimiliki oleh Akhiya Rade dalam
masyarakat adat suku Yah’ray, maka sebaiknya kita mengetahui lebih dulu siapa
itu Akhiya Rade sehingga tujuan penulisan ini dapat tercapai, yakni mengetahui
strategi pangayauan dan peran Akhiya Rade pada masa kepemimpinannya dalam
masyarakat adat suku Yah’ray.
A.
AKHIYA RADE
Akhiya Rade adalah seorang tokoh terkemuka di dalam
masyarakat adat suku Yah’ray. Beliau menjadi orang yang terkemuka karena
memiliki andil yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat Yah’ray. Hal itu
dapat dibuktikan dengan peran yang ia miliki dalam mengadakan kegiatan
pengayauan terhadap musuh. Peran yang Ia miliki adalah sebagai pembawa
berita, juru bicara, dan sebagai pembawa ikatan janji setia dari
kampung lain yang hendak membantu. Hal-hal inilah yang menjadi tugas dari
seorang Akhiya Rade.
Model
kepemimpinan Akhiya Rade tetap hidup karena dibentuk dalam masyarakat adat suku
Yah’ray sehingga tidak heran kalau model kepemimpinan itu masih dipegang teguh
hingga saat ini. Perlu diketahui juga bahwa Akhiya Rade dipilih dan diangkat
oleh masyarakat adat suku Yah’ray bukan tanpa alasan. Alasannya adalah Akhiya
Rade mempunyai jiwa kepemimpinan yang tidak mudah putus asa sehingga masyarakat
Yah’ray selalu menyukai kepemimpinannya.
B.
STRATEGI PENGAYAUAN
Pada bagian ini akan diuraikan secara ringkas
tentang strategi
yang lazim digunakan oleh masyarakat adat suku Yah’ray ketika melakukan
kegiatan pengayauan. Oleh karena itu, strategi yang akan dijelaskan berikut ini
wajib
dilakukan oleh masyarakat Yah’ray ketika hendak mengayau. Mengapa? Alasannya
karena jika tidak maka mustahil bagi mereka untuk melakukan pengayauan terhadap
musuh yang hendak diserangnya itu. Berikut pemaparan lebih lanjut
mengenainya.
1.
PEMBAGIAN KERJA
Di dalam masyarakat Yah’ray bila direncanakan suatu kegiatan
pengayauan atau mau diadakan ekspedisi ke wilayah-wilayah yang jauh,
biasanya ada kelompok atau tim kerja. Mereka bermusyawarah di dalam
kelompok tim ini dan membuat kesepakatan
secara bersama. Kelompok kerja dalam tim ini merencanakan dan mengatur
hal-hal yang berhubungan dengan ekspedisi tadi.
Setelah mendapat kesepakatan bersama maka keputusan yang diambil dalam
tim itu sekarang dijalankan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam
pembagian tugas itu ada yang berperan sebagai penasehat dan pendidik, peramal
dan penyembuh, pemberi semangat dan
pengendali taktik perang, serta ada juga yang berperan dalam relasi denga para
leluhur. Setelah pembagian tugas selesai, maka selanjutnya adalah siap
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan fungsinya masing-masing. Adapun
pokok-pokok penting yang dibahas dalam tim kerja ini yaitu menyangkut: waktu,
bantuan kelompok kerabat dan wilayah-wilayah yang menjadi sasaran diadakannya
ekspedisi.
2.
WAKTU
Dalam musyawarah yang dilakukan oleh tim kerja ini,
hal pertama yang mau dan tidak mesti dibicarakan dalam pertemuan itu adalah menyangkut
waktu yang tepat untuk mengayau.
Perhitungan mengenai waktu ini sangat penting, makanya masyarakat Yah’ray tidak
sembarangan mengadakan pengayauan. Bila tidak diperhitungkan waktu dengan
tepat, maka musuh bisa menyerang, bahkan membunuh orang yang hendak mengayau. Menentukan waktu untuk menyerbu salah satu
kampung atau suku tertentu ada kaitannya dengan melihat kelemahan dan keadaan
lawan atau musuh. Mengapa? Karena dengan jalan demikian, maka mudah untuk
mengalahkannya.
Waktu
masyarakat Yah’ray mau mengayau ke wilayah atau suku tertentu, mereka melihat
waktu menjelang fajar kira-kira sekitar jam 05.00 - 06.00 pagi. Waktu ini
digunakan untuk menyerang suatu wilayah tertentu. Maksud dari pengayauan yang
dilakukan pada jam 05.00 – 06.00 ialah (1). Supaya masih dimungkinkan
menghindari, lari pulang, meninggalkan lokasi musuh yang menjadi tempat
penyerbuan. Jadi bisa menyelamatkan diri dari penyerangan musuh. (2). Ada
perhitungan lain. Penyerbuan diadakan ketika matahari menjelang fajar, karena
menjelang fajar lawan atau musuh masih dalam keadaan tidur yang nyenyak. Maka
bila diadakan penyerbuan pada saat itu, orang belum siap untuk mengadakan
perlawanan. Karena orang dikagetkan, apalagi dalam keadaan tertidur, mereka tentu
tidak kuat, tidak berdaya, dan mereka juga tidak siap perlengkapan perang
seperti: tombak, panah dan busur. Mengapa? Karena semua perlengkapan perang
berada dalam keadaan terikat. Artinya bahwa ketika si musuh siap-siap mau membuka
ikatan anak panah untuk menyerang kembali namun di saat seperti itu ternyata penyerbu
sudah lebih dulu menyerang mereka. Jadi kesempatan menjelang fajar itulah yang
digunakan untuk menaklukan musuh.
3.
BANTUAN KELOMPOK KERABAT
Di dalam tim ini, hal pokok lain yang juga turut dibicarakan
dalam musyawarah itu adalah mengenai “kampung-kampung dan suku-suku mana yang mau
diundang”. Hal ini amat berkaitan dengan struktur sosial masyarakat
Yah’ray yang berhubungan dengan kekerabatan kelompok. Dimensi kekerabatan dalam
masyarakat Melanesia pada umumnya dan masyarakat Yah’ray khususnya sangat
berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan. Adanya kerja sama dan saling tolong
menolong antara masyarakat Yah’ray dengan suku-suku yang lain juga mengandaikan
adanya dasar kekerabatan. Tanpa adanya dasar kekerabatan yang baik antara satu
dengan yang lain maka pada intinya relasi antar sesama suku tidak akan berjalan
dengan harmonis karena yang ada hanyalah konflik atau persaingan yang tidak
sehat.
Selain itu, yang jauh lebih penting lagi adalah kekerabatan
keturunan. Tanpa adanya kekerabatan keturunan maka amat mustahil untuk
saling mendukung dan membantu dalam berbagai aspek kehidupan khususnya ketika
hendak melakukan kegiatan pengayauan. Maka kekerabatan keturunan selalu
menjamin adanya sikap saling menolong dalam berbagai situasi entah dalam
situasi aman maupun konflik. Untuk itu, Kekerabatan keturunan dilihat sebagai
keterikatan sosial yang paling mendasar dan juga paling menunjang dalam hidup
masyarakat adat suku Yah’ray. Di mana wilayah di kampung-kampung itu bersamaan
dengan tegas disepakati persetujuan mereka. Mereka membuat perjanjian untuk
ikut terlibat dalam melakukan pengayauan secara bersama-sama.
Hal
berikut yang sangat berhubungan pula dengan pengayauan adalah memperhitungkan jumlah orang dan “kekuatan”
tenaga serta peralatan yang hendak dibawa dalam melakukan kegiatan
pengayauan. Keterlibatan dan dukungan dari kampung-kampung dan suku-suku lain
merupakan kekuatan yang baik untuk mengadakan pengayauan ke suku-suku yang
dianggap musuh. Masyarakat Yah’ray lainnya membutuhkan bantuan, kerja sama dan
dukungan, dari kelompok kekerabatan. Dan itu tentu dikabulkan atau diatasi karena
mereka mempunyai ikatan-ikatan sosial yang kuat antar suku atau kampung. Jadi
kelompok kerabat atau kerabat kampung merasa ikut terlibat dalam kegiatan pengayauan,
dan menghadiri undangan yang diterima karena ada kewajiban kekerabatan sosial seperti yang sudah
dijelaskan di atas.
4.
KAMPUNG-KAMPUNG SASARAN PENYERANGAN
Dalam tim kerja ini, pokok pembahasan yang disepakati bersama adalah
mengenai kampung-kampung mana yang akan diserang sebagai musuh atau lawan
perang. Kampung-kampung yang menjadi lawan perang letaknya jauh. Namun
masyarakat Yah’ray mengadakan “perjalanan-perjalanan pengayauan sampai di
Muting, Bian hulu, Tanah merah di Digul-hulu, dan sampai Pulau Yos Sudarso”.[1]
Dengan
perhiasan-perhiasan yang menarik, dihiasi perahu-perahu, dan dayung. Mereka
menghiasi diri dengan berbagai bahan-bahan, seperti: bulu-bulu burung
Cenderawasih, bulu kasuari, bulu burung yakob, kapur dan juga arang.
Lukisan-lukisan di perahu-perahu sebenarnya mau mengungkapkan simbol semangat
dan keberanian dalam mengahadapi musuh. Mereka juga menyanyikan lagu-lagu
kemenangan (e’bb) sambil dansa (tate), dan merayakan kemenangan itu
secara meriah, yang dihadiri oleh seluruh masyarakat atau kampung baik pria
maupun wanita. Titik-titik puncak cara hidup ini menguasai seluruh kehidupan
mereka. Anak-anak pria sudah mulai mengayau, perang-perangan dengan tombak-tombak
buluh, dan meniru pesta-pesta yang diselenggarakan oleh kaum pria dewasa
setelah mereka kembali dari perjalanan mengayau. Mereka itu ikut serta dalam
seluruh persiapan untuk perjalanan mengayau, membuat senjata-senjata baru,
memahat perahu-perahu perang, dari malam ke malam menyanyikan lagu-lagu yang
memuji-muji tindakan kepahlawanan kaum pria dalam perjalanan-perjalanan
pengayauan yang sudah lalu.
Sebagai
pemuda mereka itu mengalami inisiasi dan dengan upacara yang khidkmat, mereka
itu diberi pisau untuk mengayau. Mereka itu ikut berperan sesudah diadakan
perdamaian dengan kampung-kampung berdekatan, supaya orang-orang yang tinggal
nanti tidak diserang, sementara kebanyakan kaum pria itu sedang pergi ke
kampung yang hendak diserang. Sebelum orang berangkat, terkadang dengan
beberapa kampung lain bersama-sama, si “penglihat”
harus menangkap arwah-arwah para korban yang bakal jatuh dan menguasai mereka.
Dia juga mempunyai suara dalam menentukan, siapa yang boleh ikut dan siapa yang
lebih baik tinggal di kampung. Para peninjau diutus pergi dan atas informasi
mereka orang lantas menggambar sebuah peta di tanah dan menyusun rencana untuk
melancarkan kampanye penyerangan. Penyerangan yang terjadi biasanya di pagi
hari dan itu merupakan suatu tindakan yang amat buas dan kejam. Yang hendak
dicari adalah kepala manusia dan orang tidak merasa segan atau malu mengambil
“jabang bayi” dari dalam rahim wanita-wanita yang hamil untuk mengambil kepala
bayi itu. Demikianlah
strategi yang biasa dilakukan oleh para pengayau untuk pergi melakukan
penyerangan terhadap wilayah-wilayah yang dianggap lawan atau musuh.[2]
C.
PERAN AKHIYA RADE
Setelah bicara dan menyepakati tentang
strategi-strategi perang di atas, maka selanjutnya adalah kita akan melihat fungsi
atau peran yang dijalankan oleh Akhiya Rade dalam masyarakat adat suku Yah’ray
khususnya peran yang diembannya ketika hendak melakukan kegiatan pengayauan.
Untuk itu, berikut ini adalah beberapa peran yang dimiliki dan dijalankan oleh
Akhiya Rade dalam kehidupan masyarakat Yah’ray, yaitu sebagai berikut:
1.
PEMBAWA BERITA
Akhiya Rade ini senantiasa siap melaksanakan tugasnya
untuk menyampaikan informasi kepada warga kampung tentang keadaan masyarakat,
baik dalam keadaan yang darurat (pengayauan) maupun dalam keadaan tanpa
gangguan terutama gangguan dari pihak luar. Maksud dari penyampaian berita
kepada warga kampung adalah agar keadaan dimana masyarakat bisa dengan bebas
dan aman mencari makan, bekerja, menjalankan kehidupan di kampung secara bebas
atau lebih berhati-hati.
Akhiya
Rade juga bertugas untuk pergi menyebarkan berita bahwa “kita” akan menyerang
suku tertentu. Maka ia meminta bantuan dari kampung-kampung atau suku-suku lain
yang ada di sekitar kampung untuk ikut mengayau bersama-sama. Untuk menyebarkan
berita atau informasi tentang pengayauan itu, harus disampaikan dalam jangka
waktu yang tidak lama, mesti secara segera, secara cepat berita itu sudah
didengar oleh kampung-kampung di sekitarnya dan juga oleh kampung-kampung yang
jauh khususnya mereka yang sudah bersedia untuk mengayau bersama-sama. Maka ia
harus berusaha siang dan malam untuk berjalan terus atau mendayung dari kampung
ke kampung sehingga berita itu sudah tiba dan disampaikan. Akhirnya hasil yang
sangat diharapkan oleh dirinya ialah agar
beberapa kampung menyatakan persetujuannya untuk ikut bersama pergi mengayau.
Jangka
waktu untuk menyebarkan berita itu diluangkan satu hari saja. Biarpun kampung-kampung
yang mau diundang bertempatnya jauh, tetapi mereka pergi karena ikatan
kekerabatan di antara mereka kuat dan para pemimpin bersekongkol bekerja dalam
tim sehingga masing-masing sudah tahu tempat dan cara menjalankan fungsinya
secara tepat. Namun akan disayangkan jika informasi atau berita itu tidak dengan
cepat disebarkan kepada kampung-kampung atau suku-suku lain yang hendak
diundang. Mengapa? Karena tentu saja bahwa rahasia tim untuk pergi mengayau pasti
akan terbongkar dan apalagi didengar oleh orang-orang dari kampung-kampung lain
atau yang mau diserang. Kalau berita itu sudah didengar oleh musuh, maka ada
kemungkinan besar untuk pihak musuh lari atau melakukan perlawanan balik.
2.
JURU BICARA
Akhiya Rade, selain sebagai pembawa berita atau
informan, beliau juga sungguh-sungguh mengetahui dan mengenal secara tepat tentang
keadaan atau situasi kampung-kampung yang diundang. Ia sebagai juru bicara yang
baik mampu menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan kegiatan pengayauan
nanti kepada seluruh anggota masyarakat yang sedang mengadakan persiapan
pengayauan di kampung. Ia menyampaikan kepada masyarakat bahwa kampung-kampung atau
suku-suku tertentu seperti kampung Dagimon, Ref, dan Wanggate sudah bersedia
untuk pergi mengayau bersama dan mereka juga sudah menyatakan sikap persetujuannya
secara resmi untuk mengadakan ekspedisi yang dimaksudkan di atas.
Mengingat Akhiya Rade banyak mengetahui tentang
keadaan atau situasi yang ada, maka dia mempunyai tanggungjawab yang besar dan kewajiban
untuk melaporkan situasi yang terjadi, menjelaskan perkembangan-perkembangan,
dan juga termasuk hambatan-hambatan yang dialami dan dirasakan dari pihak kampung-kampung
yang telah diundang. Jadi, Akhiya Rade mempunyai tugas untuk memberikan
infomasi terbaru sebagai juru bicara tentang situasi/keadaan yang sedang
berkembang dan terjadi di kampung agar semua masyarakat dapat mengetahui secara
baik apa yang sebenarnya terjadi.
3.
PEMBAWA IKATAN JANJI SETIA
Akhiya Rade juga sangat terkenal sebagai seorang
penasehat kampung yang ulung. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan beliau yang
selalu pergi dari kampung ke kampung, melewati rawa-rawa, sungai-sungai, berjalan
tapak, dan tiba di kampung-kampung yang ia tuju. Akhiya Rade setelah tiba di
kampung, hal pertama yang biasa ia lakukan adalah mengadakan pertemuan,
melakukan pembicaraan dengan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh adat, kepala kampung,
dan juga kepala perang. Setelah itu, Akhiya Rade mulai menyampaikan berita
untuk mengadakan pengayauan terhadap suku tertentu yang dianggap lawan atau
musuh. Dengan demikian, Akhiya Rade mempunyai kemampuan berdiplomasi dengan orang
lain atau kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Namun satu hal yang tidak
boleh dilupakan adalah Akhiya Rade tidak mempunyai kuasa apapun untuk membujuk,
menghasut dan bahkan memaksa orang supaya ikut terlibat dalam kegiatan
pengayauan. Sebab itu, Ia harus dengar kebijaksaan dan keputusan yang diambil
oleh kepala kampungnya.
Berita
yang disampaikan ke kampung-kampung, yang dibawa oleh ahli ini (Akhiya Rade) sebagai
juru penerangan itu, tidak hanya berupa berita basa-basi, berita burung, issu, dan
omong kosong belaka, melainkan berupa pembicaraan berkeyakinan, tekad,
keteguhan dan keberanian untuk mengayau demi kehormatan dirinya sebagai manusia.
Maka sebagai tekad bersama, penasehat kampung membawa pulang sebuah tanda
atau simbol. Simbol itu berupa tulang
kasuari dan pucuk daun sagu yang
berwarna merah, untuk mengikat janji
setia dengan tokoh-tokoh perang dari kampung-kampung yang diundang. Simbol-simbol
ikatan itu diberikan di antara kedua belah pihak sebagai pernyataan bahwa anggota
kelompok kerabat, dari kampung-kampung kerabat mau mendukung penuh hasil kesepakatan
yang telah disepakati dan dengan demikian siap berpartisipasi dalam kegiatan
pengayauan secara bersama-sama.
Perlu
diketahui bahwa simbol-simbol yang saling diberikan diantara kedua belah pihak
tadi adalah (1). Penasehat kampung (Akhiya Rade) membawa dan menyerahkan tulang
kasuari, yang telah di hias secara indah dan khusus, kepada seorang tokoh
perang atau kepala kampung dari kampung yang mendapat undangan. Jika kepala
perangnya menerima tulang kasuari
berarti kampung itu menyatakan persetujuan, mau ikut berperang bersama. (2).
Dari pihak kepala kampung atau kepala perang yang menerima undangan, ia akan
memberikan simbol persetujuan, ikatan
kesetiaan berupa daun pucuk sagu
muda dan janur sagu yang berwarna
merah kepada pihak Akhiya Rade. Selain simbol itu, ia memberikan dalam
bentuk simbol berupa bulu-bulu burung kakatua putih, yang telah dihiasinya. Jadi
saling memberikan simbol-simbol untuk mengikat kesetiaan dan kekerabatan atau
persaudaraan dalam masyarakat Yah’ray merupakan nilai penting, untuk kemudian berjuang bersama-sama membela
kehormatan diri, sebagai manusia sejati.
Demikianlah kebiasaan hidup yang telah ada secara turun-temurun di dalam masyarakat
adat suku Yah’ray di bawa pimpinan Akhiya Rade sebagai seorang pemimpin yang
berpengaruh baik dalam perkataan maupun perbuatan.
III.
KESIMPULAN
Di seluruh pulau Melanesia tentu memiliki ciri khas
tentang hidup dan model kepemimpinan yang ada di masing-masing wilayah. Begitu
pun dengan hidup dan model kepemimpinan yang ada di wilayah suku Yah’ray. Dalam
masyarakat adat suku Yah’ray Akhiya Rade
dilihat sebagai seorang tokoh yang mempunyai pengaruh yang sangat besar. Ia
mempunyai pengaruh yang besar karena tentu saja memiliki jiwa kepemimpinan yang
kokoh. Jiwa kepemimpinan itu terlihat dari peran yang diembannya, yaitu
perannya sebagai pembawa berita, juru bicara, dan sekaligus sebagai pembawa ikatan janji setia dari kampung
lain yang sudah menyatakan diri siap untuk mengayau bersama-sama.
Tujuan dari kegiatan pengayauan dalam masyarakat
Yah’ray adalah dengan jalan mengalahkan musuh mereka ingin menunjukkan dirinya
sebagai manusia sejati dari suku Yah’ray. Untuk
itu, ada beberapa strategi yang biasa
digunakan oleh masyarakat adat suku Yah’ray dalam mengadakan pengayauan
terhadap musuh, yaitu Pertama, melakukan pembagian
kerja. Kedua, menentukan waktu yang tepat. Ketiga, melakukan
relasi dengan kelompok kerabat yang lain agar ikut membantu. Dan yang Keempat adalah menentukan kampung-kampung yang
akan menjadi sasaran penyerangan.
Perlu di ketahui juga bahwa orang Yah’ray berperang
untuk mempertahankan dunia, lingkungan, dan wilayah mereka. Orang Yah’ray juga,
dalam mempertahankan dunia itu, mereka menetapkan segala aturan-aturan,
nesehat-nasehat untuk mempertahankan identitas, hubungan-hubungan antar
manusia, perjuangan hidup dan tingkah laku yang dirumuskan sebagai berikut: jangan bekerja setengah-setengah; kerjakan
segala sesuatu bersama-sama; jangan sendirian; bagi-bagilah apa yang kamu
miliki; balaslah kebaikan dan ganjarilah kejahatan; jangan menuduh orang;
jangan menista; jangan mencuri; dan jangan mengambil prakarsa untuk berhubungan
seksual yang terlarang.[3]
Inilah aturan-aturan yang ditetapkan oleh masyarakat adat suku Yah’ray dalam
mempertahankan dunia dan identitasnya.
REFERENSI
Boelars,
Jan. 1984. Manusia Irian: Dahulu, Kini
dan Masa Depan. Jakarta: PT. Gramedia.
Kogam, Hieronimus. 1994. Hidup dan model kepemimpinan di Melanesia
suatu analisa kasus tentang suku Yah’ray, Skripsi. Jayapura: STFT Fajar
Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar