Kamis, 20 November 2014

STRATEGI PENGAYAUAN DAN PERAN “AKHIYA RADE” DALAM MASYARAKAT ADAT SUKU YAH’RAY



STRATEGI PENGAYAUAN DAN PERAN “AKHIYA RADE” DALAM MASYARAKAT ADAT SUKU YAH’RAY

I.              PENDAHULUAN
   Hidup dan model kepemimpinan yang ada di seluruh wilayah Melanesia tentu memiliki ciri khasnya masing-masing. Begitu pun dengan hidup dan model kepemimpinan yang ada di suku Yah’ray. Dalam suku Yah’ray terdapat seorang tokoh yang mempunyai andil yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat Yah’ray. Tokoh itu bernama Akhiya Rade. Ia mempunyai andil yang besar karena memiliki jiwa kepemimpinan yang tak mengenal lelah. Jiwa kepemimpinan itu terlihat dari peran atau tanggungjawab yang diembannya, yaitu manakala ia berkeliling dari kampung ke kampung dengan misimenyiarkan berita” kepada seluruh masyarakat Yah’ray tentang rencana kegiatan pengayauan yang akan dilaksanakan. Selain menyiarkan berita, Ia juga berperan sebagai juru bicara dan sekaligus sebagai pembawa ikatan janji setia dari kampung lain yang sudah menyatakan diri siap membantu dalam kegiatan pengayauan yang hendak dilakukan itu. Tujuan yang hendak dicapai dari misi di atas adalah agar masyarakat Yah’ray saling mendukung dan bekerja sama dalam proses pengayauan terhadap musuh yang ada di kampung lain. Sehingga dengan demikian mampu mengalahkan musuh guna menunjukkan dirinya sebagai manusia sejati dari suku Yah’ray.
Untuk melakukan kegiatan pengayauan di atas, tentu memiliki Strategi Khusus agar ekspresi mengenai manusia sejati dari suku Yah’ray itu dapat terwujud di tengah-tengah masyarakat. Ada beberapa strategi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Yah’ray dalam melakukan pengayauan, yaitu: Pertama, melakukan pembagian kerja. Kedua, menentukan waktu yang tepat. Ketiga, melakukan relasi dengan kelompok kerabat yang lain agar ikut membantu. Dan yang keempat adalah menentukan kampung-kampung yang akan menjadi sasaran penyerangan. Inilah beberapa strategi yang lazim digunakan oleh masyarakat adat suku Yah’ray dalam melakukan kegiatan pengayauan terhadap musuh yang hendak dilawan.

II.            STRATEGI PENGAYAUAN DAN PERAN “AKHIYA RADE” DALAM MASYARAKAT ADAT SUKU YAH’RAY 
Sebelum masuk pada pembahasan mengenai strategi pengayauan dan peran atau tanggungjawab yang dimiliki oleh Akhiya Rade dalam masyarakat adat suku Yah’ray, maka sebaiknya kita mengetahui lebih dulu siapa itu Akhiya Rade sehingga tujuan penulisan ini dapat tercapai, yakni mengetahui strategi pangayauan dan peran Akhiya Rade pada masa kepemimpinannya dalam masyarakat adat suku Yah’ray.

A.      AKHIYA RADE
Akhiya Rade adalah seorang tokoh terkemuka di dalam masyarakat adat suku Yah’ray. Beliau menjadi orang yang terkemuka karena memiliki andil yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat Yah’ray. Hal itu dapat dibuktikan dengan peran yang ia miliki dalam mengadakan kegiatan pengayauan terhadap musuh. Peran yang Ia miliki adalah sebagai pembawa berita, juru bicara, dan sebagai pembawa ikatan janji setia dari kampung lain yang hendak membantu. Hal-hal inilah yang menjadi tugas dari seorang Akhiya Rade.
Model kepemimpinan Akhiya Rade tetap hidup karena dibentuk dalam masyarakat adat suku Yah’ray sehingga tidak heran kalau model kepemimpinan itu masih dipegang teguh hingga saat ini. Perlu diketahui juga bahwa Akhiya Rade dipilih dan diangkat oleh masyarakat adat suku Yah’ray bukan tanpa alasan. Alasannya adalah Akhiya Rade mempunyai jiwa kepemimpinan yang tidak mudah putus asa sehingga masyarakat Yah’ray selalu menyukai kepemimpinannya.

B.      STRATEGI PENGAYAUAN
Pada bagian ini akan diuraikan secara ringkas tentang strategi yang lazim digunakan oleh masyarakat adat suku Yah’ray ketika melakukan kegiatan pengayauan. Oleh karena itu, strategi yang akan dijelaskan berikut ini wajib dilakukan oleh masyarakat Yah’ray ketika hendak mengayau. Mengapa? Alasannya karena jika tidak maka mustahil bagi mereka untuk melakukan pengayauan terhadap musuh yang hendak diserangnya itu. Berikut pemaparan lebih lanjut mengenainya. 
1.       PEMBAGIAN KERJA
Di dalam masyarakat Yah’ray bila direncanakan suatu kegiatan pengayauan atau mau diadakan ekspedisi ke wilayah-wilayah yang jauh, biasanya ada kelompok atau tim kerja. Mereka bermusyawarah di dalam kelompok tim ini dan membuat kesepakatan secara bersama. Kelompok kerja dalam tim ini merencanakan dan mengatur hal-hal yang berhubungan dengan ekspedisi tadi.  Setelah mendapat kesepakatan bersama maka keputusan yang diambil dalam tim itu sekarang dijalankan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam pembagian tugas itu ada yang berperan sebagai penasehat dan pendidik, peramal dan penyembuh,  pemberi semangat dan pengendali taktik perang, serta ada juga yang berperan dalam relasi denga para leluhur. Setelah pembagian tugas selesai, maka selanjutnya adalah siap melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan fungsinya masing-masing. Adapun pokok-pokok penting yang dibahas dalam tim kerja ini yaitu menyangkut: waktu, bantuan kelompok kerabat dan wilayah-wilayah yang menjadi sasaran diadakannya ekspedisi.
2.       WAKTU
Dalam musyawarah yang dilakukan oleh tim kerja ini, hal pertama yang mau dan tidak mesti dibicarakan dalam pertemuan itu adalah menyangkut waktu yang tepat untuk mengayau. Perhitungan mengenai waktu ini sangat penting, makanya masyarakat Yah’ray tidak sembarangan mengadakan pengayauan. Bila tidak diperhitungkan waktu dengan tepat, maka musuh bisa menyerang, bahkan membunuh orang yang hendak mengayau.  Menentukan waktu untuk menyerbu salah satu kampung atau suku tertentu ada kaitannya dengan melihat kelemahan dan keadaan lawan atau musuh. Mengapa? Karena dengan jalan demikian, maka mudah untuk mengalahkannya.
Waktu masyarakat Yah’ray mau mengayau ke wilayah atau suku tertentu, mereka melihat waktu menjelang fajar kira-kira sekitar jam 05.00 - 06.00 pagi. Waktu ini digunakan untuk menyerang suatu wilayah tertentu. Maksud dari pengayauan yang dilakukan pada jam 05.00 – 06.00 ialah (1). Supaya masih dimungkinkan menghindari, lari pulang, meninggalkan lokasi musuh yang menjadi tempat penyerbuan. Jadi bisa menyelamatkan diri dari penyerangan musuh. (2). Ada perhitungan lain. Penyerbuan diadakan ketika matahari menjelang fajar, karena menjelang fajar lawan atau musuh masih dalam keadaan tidur yang nyenyak. Maka bila diadakan penyerbuan pada saat itu, orang belum siap untuk mengadakan perlawanan. Karena orang dikagetkan, apalagi dalam keadaan tertidur, mereka tentu tidak kuat, tidak berdaya, dan mereka juga tidak siap perlengkapan perang seperti: tombak, panah dan busur. Mengapa? Karena semua perlengkapan perang berada dalam keadaan terikat. Artinya bahwa ketika si musuh siap-siap mau membuka ikatan anak panah untuk menyerang kembali namun di saat seperti itu ternyata penyerbu sudah lebih dulu menyerang mereka. Jadi kesempatan menjelang fajar itulah yang digunakan untuk menaklukan musuh.

3.       BANTUAN KELOMPOK KERABAT
Di dalam tim ini, hal pokok lain yang juga turut dibicarakan dalam musyawarah itu adalah mengenai “kampung-kampung dan suku-suku mana yang mau diundang”. Hal ini amat berkaitan dengan struktur sosial masyarakat Yah’ray yang berhubungan dengan kekerabatan kelompok. Dimensi kekerabatan dalam masyarakat Melanesia pada umumnya dan masyarakat Yah’ray khususnya sangat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan. Adanya kerja sama dan saling tolong menolong antara masyarakat Yah’ray dengan suku-suku yang lain juga mengandaikan adanya dasar kekerabatan. Tanpa adanya dasar kekerabatan yang baik antara satu dengan yang lain maka pada intinya relasi antar sesama suku tidak akan berjalan dengan harmonis karena yang ada hanyalah konflik atau persaingan yang tidak sehat.
Selain itu, yang jauh lebih penting lagi adalah kekerabatan keturunan. Tanpa adanya kekerabatan keturunan maka amat mustahil untuk saling mendukung dan membantu dalam berbagai aspek kehidupan khususnya ketika hendak melakukan kegiatan pengayauan. Maka kekerabatan keturunan selalu menjamin adanya sikap saling menolong dalam berbagai situasi entah dalam situasi aman maupun konflik. Untuk itu, Kekerabatan keturunan dilihat sebagai keterikatan sosial yang paling mendasar dan juga paling menunjang dalam hidup masyarakat adat suku Yah’ray. Di mana wilayah di kampung-kampung itu bersamaan dengan tegas disepakati persetujuan mereka. Mereka membuat perjanjian untuk ikut terlibat dalam melakukan pengayauan secara bersama-sama.
Hal berikut yang sangat berhubungan pula dengan pengayauan adalah memperhitungkan jumlah orang dan “kekuatan” tenaga serta peralatan yang hendak dibawa dalam melakukan kegiatan pengayauan. Keterlibatan dan dukungan dari kampung-kampung dan suku-suku lain merupakan kekuatan yang baik untuk mengadakan pengayauan ke suku-suku yang dianggap musuh. Masyarakat Yah’ray lainnya membutuhkan bantuan, kerja sama dan dukungan, dari kelompok kekerabatan. Dan itu tentu dikabulkan atau diatasi karena mereka mempunyai ikatan-ikatan sosial yang kuat antar suku atau kampung. Jadi kelompok kerabat atau kerabat kampung merasa ikut terlibat dalam kegiatan pengayauan, dan menghadiri undangan yang diterima karena ada kewajiban kekerabatan sosial seperti yang sudah dijelaskan di atas.

4.       KAMPUNG-KAMPUNG SASARAN PENYERANGAN
Dalam tim kerja ini, pokok pembahasan yang disepakati bersama adalah mengenai kampung-kampung mana yang akan diserang sebagai musuh atau lawan perang. Kampung-kampung yang menjadi lawan perang letaknya jauh. Namun masyarakat Yah’ray mengadakan “perjalanan-perjalanan pengayauan sampai di Muting, Bian hulu, Tanah merah di Digul-hulu, dan sampai Pulau Yos Sudarso”.[1]
Dengan perhiasan-perhiasan yang menarik, dihiasi perahu-perahu, dan dayung. Mereka menghiasi diri dengan berbagai bahan-bahan, seperti: bulu-bulu burung Cenderawasih, bulu kasuari, bulu burung yakob, kapur dan juga arang. Lukisan-lukisan di perahu-perahu sebenarnya mau mengungkapkan simbol semangat dan keberanian dalam mengahadapi musuh. Mereka juga menyanyikan lagu-lagu kemenangan (e’bb) sambil dansa (tate), dan merayakan kemenangan itu secara meriah, yang dihadiri oleh seluruh masyarakat atau kampung baik pria maupun wanita. Titik-titik puncak cara hidup ini menguasai seluruh kehidupan mereka. Anak-anak pria sudah mulai mengayau, perang-perangan dengan tombak-tombak buluh, dan meniru pesta-pesta yang diselenggarakan oleh kaum pria dewasa setelah mereka kembali dari perjalanan mengayau. Mereka itu ikut serta dalam seluruh persiapan untuk perjalanan mengayau, membuat senjata-senjata baru, memahat perahu-perahu perang, dari malam ke malam menyanyikan lagu-lagu yang memuji-muji tindakan kepahlawanan kaum pria dalam perjalanan-perjalanan pengayauan yang sudah lalu.
Sebagai pemuda mereka itu mengalami inisiasi dan dengan upacara yang khidkmat, mereka itu diberi pisau untuk mengayau. Mereka itu ikut berperan sesudah diadakan perdamaian dengan kampung-kampung berdekatan, supaya orang-orang yang tinggal nanti tidak diserang, sementara kebanyakan kaum pria itu sedang pergi ke kampung yang hendak diserang. Sebelum orang berangkat, terkadang dengan beberapa kampung lain bersama-sama, si “penglihat” harus menangkap arwah-arwah para korban yang bakal jatuh dan menguasai mereka. Dia juga mempunyai suara dalam menentukan, siapa yang boleh ikut dan siapa yang lebih baik tinggal di kampung. Para peninjau diutus pergi dan atas informasi mereka orang lantas menggambar sebuah peta di tanah dan menyusun rencana untuk melancarkan kampanye penyerangan. Penyerangan yang terjadi biasanya di pagi hari dan itu merupakan suatu tindakan yang amat buas dan kejam. Yang hendak dicari adalah kepala manusia dan orang tidak merasa segan atau malu mengambil “jabang bayi” dari dalam rahim wanita-wanita yang hamil untuk mengambil kepala bayi itu. Demikianlah strategi yang biasa dilakukan oleh para pengayau untuk pergi melakukan penyerangan terhadap wilayah-wilayah yang dianggap lawan atau musuh.[2]

C.      PERAN AKHIYA RADE
Setelah bicara dan menyepakati tentang strategi-strategi perang di atas, maka selanjutnya adalah kita akan melihat fungsi atau peran yang dijalankan oleh Akhiya Rade dalam masyarakat adat suku Yah’ray khususnya peran yang diembannya ketika hendak melakukan kegiatan pengayauan. Untuk itu, berikut ini adalah beberapa peran yang dimiliki dan dijalankan oleh Akhiya Rade dalam kehidupan masyarakat Yah’ray, yaitu sebagai berikut:
1.       PEMBAWA BERITA
Akhiya Rade ini senantiasa siap melaksanakan tugasnya untuk menyampaikan informasi kepada warga kampung tentang keadaan masyarakat, baik dalam keadaan yang darurat (pengayauan) maupun dalam keadaan tanpa gangguan terutama gangguan dari pihak luar. Maksud dari penyampaian berita kepada warga kampung adalah agar keadaan dimana masyarakat bisa dengan bebas dan aman mencari makan, bekerja, menjalankan kehidupan di kampung secara bebas atau lebih berhati-hati.
Akhiya Rade juga bertugas untuk pergi menyebarkan berita bahwa “kita” akan menyerang suku tertentu. Maka ia meminta bantuan dari kampung-kampung atau suku-suku lain yang ada di sekitar kampung untuk ikut mengayau bersama-sama. Untuk menyebarkan berita atau informasi tentang pengayauan itu, harus disampaikan dalam jangka waktu yang tidak lama, mesti secara segera, secara cepat berita itu sudah didengar oleh kampung-kampung di sekitarnya dan juga oleh kampung-kampung yang jauh khususnya mereka yang sudah bersedia untuk mengayau bersama-sama. Maka ia harus berusaha siang dan malam untuk berjalan terus atau mendayung dari kampung ke kampung sehingga berita itu sudah tiba dan disampaikan. Akhirnya hasil yang sangat diharapkan oleh dirinya ialah agar beberapa kampung menyatakan persetujuannya untuk  ikut bersama pergi mengayau.
Jangka waktu untuk menyebarkan berita itu diluangkan satu hari saja. Biarpun kampung-kampung yang mau diundang bertempatnya jauh, tetapi mereka pergi karena ikatan kekerabatan di antara mereka kuat dan para pemimpin bersekongkol bekerja dalam tim sehingga masing-masing sudah tahu tempat dan cara menjalankan fungsinya secara tepat. Namun akan disayangkan jika informasi atau berita itu tidak dengan cepat disebarkan kepada kampung-kampung atau suku-suku lain yang hendak diundang. Mengapa? Karena tentu saja bahwa rahasia tim untuk pergi mengayau pasti akan terbongkar dan apalagi didengar oleh orang-orang dari kampung-kampung lain atau yang mau diserang. Kalau berita itu sudah didengar oleh musuh, maka ada kemungkinan besar untuk pihak musuh lari atau melakukan perlawanan balik.

2.       JURU BICARA
Akhiya Rade, selain sebagai pembawa berita atau informan, beliau juga sungguh-sungguh mengetahui dan mengenal secara tepat tentang keadaan atau situasi kampung-kampung yang diundang. Ia sebagai juru bicara yang baik mampu menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan kegiatan pengayauan nanti kepada seluruh anggota masyarakat yang sedang mengadakan persiapan pengayauan di kampung. Ia menyampaikan kepada masyarakat bahwa kampung-kampung atau suku-suku tertentu seperti kampung Dagimon, Ref, dan Wanggate sudah bersedia untuk pergi mengayau bersama dan mereka juga sudah menyatakan sikap persetujuannya secara resmi untuk mengadakan ekspedisi yang dimaksudkan di atas.
Mengingat Akhiya Rade banyak mengetahui tentang keadaan atau situasi yang ada, maka dia mempunyai tanggungjawab yang besar dan kewajiban untuk melaporkan situasi yang terjadi, menjelaskan perkembangan-perkembangan, dan juga termasuk hambatan-hambatan yang dialami dan dirasakan dari pihak kampung-kampung yang telah diundang. Jadi, Akhiya Rade mempunyai tugas untuk memberikan infomasi terbaru sebagai juru bicara tentang situasi/keadaan yang sedang berkembang dan terjadi di kampung agar semua masyarakat dapat mengetahui secara baik apa yang sebenarnya terjadi.
3.       PEMBAWA IKATAN JANJI SETIA
Akhiya Rade juga sangat terkenal sebagai seorang penasehat kampung yang ulung. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan beliau yang selalu pergi dari kampung ke kampung, melewati rawa-rawa, sungai-sungai, berjalan tapak, dan tiba di kampung-kampung yang ia tuju. Akhiya Rade setelah tiba di kampung, hal pertama yang biasa ia lakukan adalah mengadakan pertemuan, melakukan pembicaraan dengan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh adat, kepala kampung, dan juga kepala perang. Setelah itu, Akhiya Rade mulai menyampaikan berita untuk mengadakan pengayauan terhadap suku tertentu yang dianggap lawan atau musuh. Dengan demikian, Akhiya Rade mempunyai kemampuan berdiplomasi dengan orang lain atau kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Namun satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah Akhiya Rade tidak mempunyai kuasa apapun untuk membujuk, menghasut dan bahkan memaksa orang supaya ikut terlibat dalam kegiatan pengayauan. Sebab itu, Ia harus dengar kebijaksaan dan keputusan yang diambil oleh kepala kampungnya.
Berita yang disampaikan ke kampung-kampung, yang dibawa oleh ahli ini (Akhiya Rade) sebagai juru penerangan itu, tidak hanya berupa berita basa-basi, berita burung, issu, dan omong kosong belaka, melainkan berupa pembicaraan berkeyakinan, tekad, keteguhan dan keberanian untuk mengayau demi kehormatan dirinya sebagai manusia. Maka sebagai tekad bersama, penasehat kampung membawa pulang sebuah tanda atau simbol. Simbol itu berupa tulang kasuari dan pucuk daun sagu yang berwarna merah, untuk mengikat janji setia dengan tokoh-tokoh perang dari kampung-kampung yang diundang. Simbol-simbol ikatan itu diberikan di antara kedua belah pihak sebagai pernyataan bahwa anggota kelompok kerabat, dari kampung-kampung kerabat mau mendukung penuh hasil kesepakatan yang telah disepakati dan dengan demikian siap berpartisipasi dalam kegiatan pengayauan secara bersama-sama.
Perlu diketahui bahwa simbol-simbol yang saling diberikan diantara kedua belah pihak tadi adalah (1). Penasehat kampung (Akhiya Rade) membawa dan menyerahkan tulang kasuari, yang telah di hias secara indah dan khusus, kepada seorang tokoh perang atau kepala kampung dari kampung yang mendapat undangan. Jika kepala perangnya menerima tulang kasuari berarti kampung itu menyatakan persetujuan, mau ikut berperang bersama. (2). Dari pihak kepala kampung atau kepala perang yang menerima undangan, ia akan memberikan simbol persetujuan, ikatan kesetiaan berupa daun pucuk sagu muda dan janur sagu yang berwarna merah kepada pihak Akhiya Rade. Selain simbol itu, ia memberikan dalam bentuk simbol berupa bulu-bulu burung kakatua putih, yang telah dihiasinya. Jadi saling memberikan simbol-simbol untuk mengikat kesetiaan dan kekerabatan atau persaudaraan dalam masyarakat Yah’ray merupakan nilai penting, untuk kemudian berjuang bersama-sama membela kehormatan diri, sebagai manusia sejati. Demikianlah kebiasaan hidup yang telah ada secara turun-temurun di dalam masyarakat adat suku Yah’ray di bawa pimpinan Akhiya Rade sebagai seorang pemimpin yang berpengaruh baik dalam perkataan maupun perbuatan.

III.         KESIMPULAN
Di seluruh pulau Melanesia tentu memiliki ciri khas tentang hidup dan model kepemimpinan yang ada di masing-masing wilayah. Begitu pun dengan hidup dan model kepemimpinan yang ada di wilayah suku Yah’ray. Dalam masyarakat adat suku Yah’ray Akhiya Rade dilihat sebagai seorang tokoh yang mempunyai pengaruh yang sangat besar. Ia mempunyai pengaruh yang besar karena tentu saja memiliki jiwa kepemimpinan yang kokoh. Jiwa kepemimpinan itu terlihat dari peran yang diembannya, yaitu perannya sebagai pembawa berita, juru bicara, dan sekaligus sebagai pembawa ikatan janji setia dari kampung lain yang sudah menyatakan diri siap untuk mengayau bersama-sama.
Tujuan dari kegiatan pengayauan dalam masyarakat Yah’ray adalah dengan jalan mengalahkan musuh mereka ingin menunjukkan dirinya sebagai manusia sejati dari suku Yah’ray. Untuk itu, ada beberapa strategi yang biasa digunakan oleh masyarakat adat suku Yah’ray dalam mengadakan pengayauan terhadap musuh, yaitu Pertama, melakukan pembagian kerja. Kedua, menentukan waktu yang tepat. Ketiga, melakukan relasi dengan kelompok kerabat yang lain agar ikut membantu. Dan yang Keempat adalah menentukan kampung-kampung yang akan menjadi sasaran penyerangan.
Perlu di ketahui juga bahwa orang Yah’ray berperang untuk mempertahankan dunia, lingkungan, dan wilayah mereka. Orang Yah’ray juga, dalam mempertahankan dunia itu, mereka menetapkan segala aturan-aturan, nesehat-nasehat untuk mempertahankan identitas, hubungan-hubungan antar manusia, perjuangan hidup dan tingkah laku yang dirumuskan sebagai berikut: jangan bekerja setengah-setengah; kerjakan segala sesuatu bersama-sama; jangan sendirian; bagi-bagilah apa yang kamu miliki; balaslah kebaikan dan ganjarilah kejahatan; jangan menuduh orang; jangan menista; jangan mencuri; dan jangan mengambil prakarsa untuk berhubungan seksual yang terlarang.[3] Inilah aturan-aturan yang ditetapkan oleh masyarakat adat suku Yah’ray dalam mempertahankan dunia dan identitasnya.

REFERENSI
Boelars, Jan. 1984. Manusia Irian: Dahulu, Kini dan Masa Depan. Jakarta: PT. Gramedia.
Kogam, Hieronimus. 1994. Hidup dan model kepemimpinan di Melanesia suatu analisa kasus tentang suku Yah’ray, Skripsi. Jayapura: STFT Fajar Timur.






[1]Bdk. Jan Boelaars. Manusia Irian: Dahulu, Kini dan Masa Depan. (Jakarta: PT. Gramedia. 1984), Hal. 23.
[2]Ibid., hal. 28.    
[3]Ibid., hal. 33.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar