Kamis, 20 November 2014

KEINTIMAN DAN KEDEWASAAN AFEKSI




“KEINTIMAN DAN KEDEWASAAN AFEKSI”
(Teologi Spiritual)

Salah satu aspek penting dalam pembinaan atau formasi seorang calon imam adalah bagaimana keintiman dan kedewasaan afeksi seseorang. Peryataan dari Vatikan tentang Pedoman Penggunaan Psikologi dalam Menerima dan Membentuk seorang Calon Imam (dicatat sebagai pedoman), mengedepankan isu atau masalah tentang keintiman dan kedewasaan afeksi seseorang. Dalam pengujian dan penilaian terhadap seorang calon, perlu diketahui juga relasi atau hubungan yang baik antara diri sendiri, dengan orang lain dan Allah. Relasi yang baik ini akan membantu calon tersebut dalam pelayanan pastoral dan perkembangan calon tersebut. Untuk itu dalam artikel ini, penulis akan menyajikan beberapa hal penting yang dapat mendorong para calon untuk lebih intim dan dewasa secara afeksi. Selain itu, akan dijelaskan juga berbagai kendala dalam pengembangan menuju suatu pribadi yang sehat dan dewasa dalam aspek afeksi. Juga sebagai bahan bagi para formator dalam pendampingan calon-calon imam.
Kata keintiman berasal dari dua kata Latin yakni: Intimus, yang mengacu pada apa yang paling dalam, dan intimare yang berarti mengisyaratkan, mengumumkan, menerbitkan. Kalau dua kata ini digambungkan maka dapat diartikan sebagai “suatu keputusan yang mendalam”. Untuk lebih mengetahui atau memahami diri kita, maka akan diberikan beberapa pertanyaan, yakni: seberapa baik saya mengetahui diriku (kekurangan dan kelebihan)?, Apakah saya mengenal diri saya cukup baik sehingga dalam relasi dengan orang lain saya menampilkan pribadiku yang otentik? Apakah saya menghargai diri saya sendiri? Apakah saya nyaman dengan diriku dan dengan orang lain? Bagaimana relasi keintiman saya dengan Tuhan? Bagaimana hubunganku dengan seorang perempuan dan laki-laki? Bagaimana hubungan saya dengan orang yang otoritas?  Apa hambatan untuk menunmbuhkan keintiman yang sehat dan kedewasaan afeksi?orang lain? Bagaimana saya nyaman berhubungan dengan orang-orang dalam otoritas? Apakah saya nyaman dengan seksualitas saya sendiri dan apakah saya berusaha untuk mengintegrasikannya dengan hormat dalam komitmen yang saya buat?

I.                   KEMAMPUAN UNTUK BERELASI SECARA SEHAT DAN DEWASA DALAM AFEKSI
Kunci dari Kemampuan Berelasi secara Sehat dan Dewasa dalam Afeksi adalah mengenal dengan baik akan diri sendiri, orang lain dan Tuhan. Secara pribadi saya harus mengenal seutuhnya baik kekurangan dan kelebihan. Pengenalan akan diri ini sangat mempengaruhiku dalam relasi dengan orang lain dan khususnya terhadap Tuhan. Keotentikan dalam relasi dengan sesama dan Tuhan sangat mempengaruhi perkembangan diriku menjadi pribadi yang sehat dan dewasa dalam afeksi.

Kesadaran Diri
Salah satu dasar untuk tumbuh menjadi pribadi yang sehat secara menyeluruh (afeksi, rohani, intelektual) adalah kesadaran diri. Maka itu seorang formator dalam memberi penilaian terhadap seorang calon imam, ia harus melihat secara utuh seluruh kepribadian orang tersebut. Supaya proses pengenalan diri ini bisa membantu kami para calon imam, maka akan diberikan beberapa pertanyaan paduan, diantaranya: apa yang menjadi akar dari segala kelemahan dan kelebihan kita? Apakah kesadaran atas kelemahan dan kelebihan itu diterima secara seimbang?

Kemampuan untuk Mengambil Keputusan
Sebagian calon imam yang masih dalam tahap untuk mengenal diri kadang keputusan yang diambil selalu dibantu oleh orang-orang terdekatnya. Mereka belum bisa untuk mengambil keputusan secara pribadi. Pengaruh-pengaruh dari luar sangat menentukan keputusan yang diambilnya. Mereka ini biasa diistilahkan sebagai lokus eksternal. Sebaliknya kalau orang yang memiliki internal lokus yang tinggi akan mampu untuk mengambil keputusan sendiri dan siap bertanggung atas keputusan itu. Dalam hidupku juga sebelum mengenal siapa diriku, saya kadang mengambil keputusan karena pengaruh dari luar (teman, orang tua dan keluarga). Namun setelah menyadari segala kelemahan dan kelebihan diriku, saya yakin bahwa keputusan yang saya ambil bukan atas paksaan atau desakan dari luar tapi dari hatiku sendiri. Saya juga akan siap bertanggung jawab dalam menggambil keputusan.

Kemampuan Untuk Menerima Diri
Selain kesadaran akan diri sendiri, hal berikut yang harus dilakukan oleh seorang calon imam adalah mengenal dirinya. Untuk dapat mengenal dirinya, maka ia harus menerima dan merangkul seluruh sejarah hidupnya (luka-luka batin, kelemahan, keterbatan dan hal positif lainnya). Kita harus mencintai diri kita apa adanya. Dengan menerima diri ini akan memberi dampak posotif dalam relasi dengan siapa saja yang dijumpai.  Pada akhirnya pertumbuhan keintiman yang sehat dan kedewasaan afeksi dapat berkembang dan kita pun menjadi lebih baik dari sebelumnya. Walaupun demikian, dalam kenyataan bahwa banyak diantara kami para calon imam yang sering menampilkan diri yang baik (bertemu Pembina atau konsultasi pribadi). Kenyataan ini mau mengatkan bahwa orang-orang seperti ini belum mampu untuk menerima diri apa adanya.
Dalam hidup saya di tempat ini, kadang saya masih bergumul dengan diri saya. Saya menyadari bahwa selama ini saya masih dalam tahap untuk mengenal tentang “siapa saya”? saya sering tidak mau menerima diri saya karena banyak kekurangan yang saya miliki, misalnya badan saya yang tetap kurus dan waktu masih kecil saya diejek tidak tahu huruf “R”.  Atau dalam keluarga, dimana bapa saya membina dan memdidik kami dengan keras dan disiplin sehingga menimbulkan perasaan jengkel dan marah terhadap bapa. Namun saya bersyukur bahwa dengan menggikuti program TOR (Tahun Orentasi Rohani) semua pengalaman saya itu telah kuterima sebagai bagian dari hidup ini. Akar kelemahan itu telah membantu saya untuk mau berubah atau berkembang kea rah yang lebih baik.

Menumbuhkan Kepercayaan Diri
Pengalaman saya bahwa selama masih terkurung dalam perasaan takut, tidak percaya diri, malu dan perasaan-perasaan negatif lainnya saya tidak berkembang. Namun dengan menerima semua pengalaman hidup itu sebagai anugerah dari Tuhan. Tapi juga selalu dan senantiasa mencoba, melatih diri untuk tampil dan mau menerima segala resiko (diejek, dicemooh dan sebagainya). Saya menjadi lebih percaya diri dan ada perkembangan yang baik selama ini. Satu hal yang membuat saya terus maju dalam perkembangan diri adalah semua perasaan saya waktu dulu itu tidak terbukti. Contoh saya takut diejek namun setelah saya tampil ternyata hal itu tidak ada.
Dalam artikel ini penulis menganjurkan agar orang yang pemalu atau tidak berani dipaksa untuk tampil di depan umum (orang banyak). Orang yang selalu ekstrovert atau mau untuk tampil terus, diajak untuk mengurangi kebiasaan itu dengan selalu hening (kontemplasi). Dan orang yang prefeksionis dibimbing agar mau menerima kelemahan dan keterbatas diri sendiri, orang lain sebagai rahmat dari Allah.

Membangun Identitas Diri Yang Sehat
Sebagai seorang pelayan di tengah umat, pasti bahwa kita akan selalu mengadakan kontak atau berkomunikasi dengan umat setempat. Supaya hubungan kita dengan orang lain itu baik, maka hal utama yang harus kita perhatikan adalah membuka diri atau menampilkan diri secara otentik. Tujuan dari keotentikan dan keterbukaan adalah agar relasi yang kita bangun itu menjadi lebih rileks dan bebas tidak kaku. Sebaliknya kalau kita menanmkan sikap menutup dir terhadap orang lain, akan mendatangkan hasil atau suatu relasi yang kuran baik/harmonis. Pengalaman saya bahwa kadang saya membuka diri hanya untuk orang-orang atau teman dekat. Sementara orang yang saya belum dekat sering saya memiliki sikap tertutup. Saya menyadari bahwa saya belum berasni untuk melawan perasaan-perasaan yang sering menghambat saa dalam relasi.

Menghadapi Perubahan
Salah satu tanda adanya perkembangan dalam diri seseorang adalah kemampuan orang tersebut dalam menghadapi perubahan. Perkembangan diri kadang mengandung dua aspek dasar yakni perubahan kea rah positif dan negatif. Perubahan ke arah positif apabila orang tersebut siap dan mau menerima segala pengalaman yang menyakitkan atau melukai dirinya. Ia tidak merasa takut, malu atau putus asa atas segala pengalaman hidupnya tetapi mau mengampuni dan menerima itu sebagai anugerah dari Tuhan. Sebaliknya perubahan kea rah negatif bila orang tersebut masih terkurung atau tertutup dengan luka-luka masa lalunya. Kondisi demikian akan mempengaruhinya dalam menghadapi suatu perubahan. Ia akan takut untuk berubah dari yang lama menjadi yang baru. Dalam hidup saya juga, saya sering masih takut dalam menghadapi perubahan. Alasanya adalah saya tidak percaya diri. Ada perasaan-perasaan seperti takut, malu, ragu yang sering ada dalam diri saya. Namun semuanya ini perlahan-lahan saya singkirkan karena saya telah menerima semua pengalaman masa lalu dan sedang dalam proses perubahan.

Fleksibel Dalam Relasi
Penelitian membuktikan bahwa kalau orang mau menerima dan merangkul segala pengalaman yang menyakitkan (dalam keluarga) akan menghantar orang itu menuju suatu kesuksesan. Bukti orang yang telah menerima semua pengalaman masa lalu ialah bebas dan selalu bersemangat dalam relasi. Tak ada kendala atau beban yang membuat orang itu berkembang. Semua orang pun akan mencintai dan menghargai serta menjadikan dia sebagai teladan atau panutan dalam hidup.
Saya juga merasakan yang sama. Bila ada keterikatan-keterikan dalam diri atau sikap saya akan menghambat relasi yang saya bangun dengan sesama dan Tuhan.

II.                   MENUMBUHKAN RELASI YANG LEBIH DALAM DENGAN ORANG LAIN
Relasi dengan orang lain akan lebih akrab dan intim kalau kita mau menerima diri apa adanya. Kemampuan dan kesadaran untuk meneri diri secara utuh akan membantuh kita dalam pertumbuhan menuju kedewasaan secara afeksi, intelektual, kepribadian dan kerohanian. Supaya relasi kita dengan orang lain dan Tuhan dapat berjalan dengan baik, maka di bawah ini akan dijelaskan beberapa unsur penting, diantaranya:

Berbagi Diri yang Autentik dengan orang lain
Hal pokok yang mau dikatakan pada poin ini adalah bagaimana kita berbagi dengan orang lain dengan sikap terbuka (autentik), mendengarkan dan mampu berkomunikasi. Orang yang memiliki sikap terbuka, rela mendengarkan dan mampu berkomunikasi dapat mempermuda dia dalam membangun relasi dengan orang lain. Maka itu setiap calon imam harus memiliki sikap ini, supaya dalam pelayanan di tengah umat, ia mampu merangkul dan menghimpun umat dengan baik.
Dalam hidup saya juga sering mengalami kesulitan dalam memulai atau membangun suatu relasi dengan orang lain. Saya lebih akrab atau dekat dengan orang yang sudah dekat. Namun saya menadari bahwa sikap ini tidak memberi keuntungan bagiku sebagai pelayan di tengah umat. Oleh sebab itu, poin ini memberi masukan yang sangat berharga dalam perkembangan diri saya ke depan.


Kemampuan untuk saling Percaya dan Kerja Sama
Salah satu hal penting yang harus dipegang oleh kami calon imam dalam relasi atau hidup berkomunitas sebagai satu saudara dalam Kristus adalah “kepercayaan dan kerja sama”. Banyak kelompok atau lembaga yang sangat kompak dan kuat karena di dalam lembaga itu ditanamakan kepercayaan dan kerja sama antara mereka. Hal yang sama juga dalam hidup kami sebagai calon imam, di mana kami akan bertugas di keuskupan. Untuk itu kedua poin ini harus dibatinkan dalam diri kami. Tujuannya adalah supaya kami satu hati dan kehendak dalam mewujudkan visi-misi keuskupan dan teristimewa menghadirkan Kerajaan Allah bagi sesame yang kami layani.
Saya menyadari pula bahwa dalam kerja sama tim, saya merasa belum mampu ikut terlibat. Hal ini disebabkan karena saya masih mau mencari yang enak atau gampang. Namun saya menadari juga bahwa sikap ini kurang baik, sehingga dalam hidup ke depan ini saya selalu mencoba dan melatih diri untuk terlibat dalam setiap kegiatan.

Keseimbangan dalam Perawatan diri
Salah satu unsure penting lain dalam proses pertumbuhan keintiman dan kedewasaa afeksi adalah perawatan diri secara menyeluruh, yakni badan (tubuh), pikiran dan jiwa atau semangat. Ketiga hal ini harus bertumbuh secara seimbang dalam proses integritas diri. Perlu ada olaraga untuk menyegarkan badan sehingga selalu semangat dalam tugas dan kerja. Tubuh juga perlu mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat. Tubuh juga perlu istirahat yang cukup. Hidup doa juga diutamakan agar relasi dengan Tuhan tetap dijaga.
Saya sangat menjaga dan memperhatikan ketiga hal ini, yakni kesehatan tubuh, pikiran dan roh. Pengalaman membuktikan bahwa kalau ketiga unsur ini berjalan dengan baik maka hidup saya akan terasa bahagia.

Mendengarkan
Mendengarkan adalah salah satu unsur penting dalam membangun keintiman dan kedewasaan secara afeksi.  Mendengarkan berarti turut merasakan apa yang menjadi keluhan dan ungkapan yang diberikan. Kadang harus mendengar pujian tapi juga bisa kritikan dan sebaginya. Semua hal yang kita dengar menjadi pembelajaran yang baik demi perkembangan diri menuju suatu keintiman yang sehat dan kedewasaan secara afeksi.
Saya sadar juga bahwa kadang saya sulit untuk mendengarkan segala kritikan dan nasehat yang mau membangun diriku. Saya sering menuntut untuk orang mendengarkan saya pada hal saya masih minim untuk mendengarkan orang lain. Maka itu, tugas saya ke depan adalah selalu siap dan taat untuk mendengarkan segala sesuatu yang membantu pertumbuhan dan perkebangan hidupku.

III.                   KENDALA-KENDALA YANG MENGHAMBAT KEMATANGAN DAN PERTUMBUHAN AFEKSI

Pada bagian ini akan dijelaskan tentang kendala atau hambatan untuk tubuh kedewasaan secara afeksi dan jalan keluar yang ditempuh oleh setiap orang.

Menghadapi Kematian
Banyak orang tak mampu menghadapi keterbatasanya sebagai manusia sehingga kadang bisa mendatangkan kematian. Semua orang pasti tidak mau menerima kenyataan demikian.  Namun yang mau ditekankan pada bagian ini adalah untuk menghadapi kematian itu, kita tahu bahwa ada keterbatasan dan kelemahan yang harus menerima itu dan bukan untuk kita mati tetapi kita menjadi manusia baru. Dengan cinta dan keberanian kita mau menerima dan merangkul segala kelemahan, keterbatasan, luka-luka masa lalu. Tujuan dari semua ini adalah agar kita bangkit dan menjadi manusia baru. Dalam hidup saya juga, sering saya lari atau tidak mau menghadapi sesuatu yang agak sulit atau berat. Tapi saya harus menghadapi semua itu sebagai bagian dari kehidupan ini.

Sakit
Banyak orang (termasuk saya) yang takut sakit dan terbuka terhadap suatu masalah. Dalam kehidupanku, saya sering merasa takut untuk memulai sesuatu karena nanti sakit. Misalnya saja, takut mandi pagi karena nanti sakit paru-paru. Dan ketakutan-ketakutan yang lain. Namun ketika saya melawan perasaan takut itu, saya tidak menemukan sesuatu seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Sama halnya juga, saya sering takut dengan orang yang keras sehngga sulit untuk saya terbuka. Perasaan takut ini berawal dari keluargaku di mana bapaku sangat keras dalam mendidik dan mebina kami. Tapi sekarang saya mengalami perubahan karena semua pengalaman itu telah kuterima sebagai bagian dari hidup ini.

Komunikasi yang tidak sehat
Komunikasi menjadi jalan menuju hidup keintiman yang sehat dan kedewasaan afeksi. Sebaliknya komunikasi yang dibangun kurang baik akan menghabat proses pertumbuhan kepribadian seseorang. Komonukasi yang dimaksud adalah bagaimana ketrampilan atau perilaku yang harus diteladani dalam hidup. Keluarga menjadi basis pertama yang menanamkan perilaku bagi setiap kita. Kalau saya elihat diri saya, maka perilaku dominan yang saya teladani adalah berasal dari ibu. Sifat dan perilaku dari ibu saya sangat dominan dalam kehidupanku hingga sekarang ini.

Konflik dan Konfrontasi
Para calon yang sering menghadapi konflik dalam hidup akan lebih mudah untuk menyelesaikan atau mencari jalan keluar atas masalah tersebut. Berbeda dengan calon yang sering lari atau tidak mau menerima konflik akan mengalami kesulitan ketika mendapat suatu masalah. Dalam keluarga saya, kebetulan saya anak yang bungsu sehingga saya selalu dimanja dan tidak mau menerima beban yang berat. Akibatnya saya tidak bisa menerima sautu tugas yang berat dan menyulitkanku, ketika menempuh pendidikan dan pembinaan di seminari, KPA, TOR dan di Seminari Tinggi. Namun sekali lagi saya merasa bersukur karena telah mengetahui kekuranganku ini. Saya tidak merasa bersalah tetapi bersyukur atas pengalaman itu dan saya mau untuk bangkit dan berubah menjadi orang yang tidak lagi bersifat anak-anak tetapi berani menerima semua hal yang dipercayakan kepadaku.

Takut
Ketakutan menjadi kendala yang terbesar bagi setiap orang termasuk saya. Dalam hidup saya, ketakutan menjadi dasar keterlabatan dalam pertumbuhan menuju kedewasaan. Banyak hal yang saya takuti. Misalnya, takut salah, dimarahi, ditegur, sakit, dan sebaaginya.  Tetapi sekarang saya menyadari bahwa ketakutan ini bukan memberi dampak positif bagi saya tetapi akan merugikanku dalam proses menuju kedewasaan secara utuh.

IV.                   Implikasi terhadap pembentukan
Apa implikasi yang dapat kita tarik dari beberapa refleksi agar dapat membantu proses dari kependetaan, kaum awam gereja dan formasi religius? Pertama, formator harus tahu bagaimana untuk mengevaluasi seluruh anggotanya, tanpa melupakan tahapan perkembangan psikoseksual secara alamiah. Tubuh, pikiran, semangat, sosial, kognitif, dan afektif adalah semua dimensi  yang harus digunakan dalam penilaian. Anggota formasi harus melihat dua point yakni kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dalam pertumbuhan. Para formator harus melihat  kapasitas para calon untuk memanagenya atau mempunyai tanggung jawab atas tindakannya dengan bebas (petunjuk, II, 4). Urutan berbagai evaluasi yang efektif dan perkembangan kedewasan para calon imam, kehidupan religius dan berbagai perkembangan  sebagai kunci yang membantu dalam pembinaan.
Pembentukan personel dapat berkembang dari yang lemah dalam keakraban yang sehat dengan mengambil dan melihat semakin dekat kepada keseluruhan riwayat calonnya. riwayat ini akan digunakan untuk memanage kekuatan dan kelemahan calon pada hubungan mereka dengan diri sendiri, orang lain dan dengan Tuhan. formator dapat salah menilai hubungan dan perkawanan dengan perempuan dan orang lain. perhatian istimewa dapat dilihat dari hubungan itu, mutu dari interaksi dan apa yang mereka punya dan pelajari melalui pengalaman mereka sendiri, dan hubungan pada umumnya. dengan kata lain hubungan sehat harus menuju ke perkembangan dan perubahan yang lebih besar dan bisa juga tidak, mengapa tidak? kita mungkin melihat kelanjutan perkembangan hubungan ini dan perkembangan akhirnya. hubungan ini mencerminkan kualitas pada rasa hormat mereka atau mereka lebih egois, Erik Erikson mendeskripsikan sebagai " pencarian yang lapar," dimana orang berusaha menemukan identitas mereka sendiri pada yang lainnya?
Aspek lain untuk mengeksplorasi ketika mengevaluasi calon untuk petugas pastoral dan hidup religius adalah sebagai berikut: bagaimana agar calon ini berhubungan dengan penderitaan, sederhana dan bertahan dalam kesendiriannya dan berpengaruh pada hidup mereka? sudahkah mereka menyangkal diri dari derita, atau mencakupnya secara terbuka? Apakah mereka punya satu kapasitas untuk mengatasinya dari hidup mereka dan mencari bimbingan dari hal lain? Salah satu imam di tempat pastoralnya selama tigapuluh tahun mengatakan bahwa dia selalu merasa bangga karena tidak perlu pertolongan dari siapapun dan sepenuhnya  merasa cukup. Itu hanya karena setelah mengalami rasa emosional yang penuh dengan rasa sakit ia menemukan bahwa dengan melayani Tuhan dan orang lain ia sudah merasa berkecukupan. dia mampu untuk melepaskan diri dan mengontrolnya dan mampu untuk melakukan ini semua, dia membuka  diri dan meminta pertolongan dari hal lain untuk keluar dari kelemahannya agar sembuh, dengan mengembangkan hubungan dengan diri sendiri, hal lain dan Tuhan. kita mungkin bertanya, apakah yang dilakukan calon ini menunjukan bahwa mereka telah tumbuh dari masa lalu yang gagal, menderita dan kehilangan? apakah mereka melihat kesalahan dalam hubungan sebagai peluang dan batu loncatan yang dihormati demi perubahan dan perkembangan, atau seperti beban yang harus dihindari atau disangkal? 
Formators barangkali dapat menaruh perkembangan yang terbaik bagi para calon agar senantiasa sadar akan bagaimana mereka sendiri telah mengembangkan lebih besar kesadaran diri, penghargaan akan diri, dan penerimaan diri pada psychosexual mereka sendiri dalam berhubungan. sungguh, pengalaman adalah merupakan guru terbaik. melihat ke dalam diri  perkembangan formators sendiri bagaimana menjadi pendukung untuk mencerminkan, mengambil resiko, mencoba hal baru, dan menghadapi tantangan, menolong mereka untuk bertumbuh secara rahasia dan menjadi berharga. ini adalah hal yang bijaksana bukan berada di luar pagar diri tetapi dari cerminan diri mereka sendiri, dan pengalaman hidup kaya itu akan memandu perkembangan dari calon bertumbuh dalam kebenaran. calon mampu untuk berhubungan seperti formators yang mengintegrasikan diri mereka sendiri yang sakit dan berusaha berjuang tumbuh pada hubungan kehidupan mereka. sehingga, formators dapat membantu oleh sikap mereka secara pribadi yang memodelkan dengan hormat pada apa yang hadapi dengan keterbatasan dan kelemahan mereka sendiri. oleh penerimaan diri dan kesempatan mendorong diri menambahkan perkembangan dalam komunitas, berpastoral dan mempelajari mereka dapat membantu perkembangan calon perkembangan sendiri dan penerimaan dari diri utuh mereka. formators dapat memodelkan seimbang diri kekhawatiran yang berbias kepercayaan asli mereka pada Tuhan dan orang lain; mereka dapat memodelkan keduanya yakni komunikasi sehat dan satu penghargaan untuk kesendirian dan hidup holistic.
Kalau di situ adalah harga diri rendah atau pola tak sehat yang tampak menghalangi perkembangan asli, calon mungkin perlu lebih professionsl menolong membuka kunci menutupi destruktif negatif dari masa lalu dan mengganti lagi dengan menyatakan diri. kita bertumbuh dengan menantang untuk keluar dari zone hiburan kita. perkembangan datang lewat risiko dan belajar dari suatu kesalahan. kita bertumbuh dengan menghadapi tantangan terbaik diantara kita, tidak dengan menghindari resiko atau mengoperasikan dari sakit dan konflik. akhirnya calon membaik dalam perubahan dengan memberikan kesempatan untuk berubah, dukungan dan dorongan mereka perlukan untuk tumbuh  dari resiko dalam hubungan dengan diri, hal lain dan Tuhan.